Tragedi 23 Mei 1997: Sebuah Pelajaran Berharga tentang Demokrasi dan Toleransi **
** Peristiwa 23 Mei 1997, yang dikenal sebagai Tragedi Trisakti, merupakan titik balik dalam sejarah Indonesia. Kerusuhan yang terjadi di Jakarta menewaskan empat mahasiswa dan melukai ratusan lainnya, menjadi bukti nyata betapa rapuhnya demokrasi dan toleransi di negeri ini. Tragedi ini bermula dari demonstrasi mahasiswa yang menentang kebijakan pemerintah Orde Baru, khususnya terkait dengan pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden. Demonstrasi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi kerusuhan setelah aparat keamanan menggunakan kekerasan berlebihan. Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Pertama, pentingnya menjaga demokrasi dan kebebasan berekspresi. Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap pemerintah. Namun, hak tersebut harus dijalankan dengan cara yang bertanggung jawab dan tidak melanggar hukum. Kedua, pentingnya toleransi dan saling menghormati antar kelompok. Tragedi Trisakti menunjukkan betapa mudahnya perbedaan pendapat dan pandangan politik memicu konflik dan kekerasan. Untuk membangun bangsa yang damai dan sejahtera, diperlukan sikap toleransi dan saling menghormati antar kelompok. Ketiga, pentingnya peran aparat keamanan dalam menjaga ketertiban dan keamanan. Tragedi Trisakti menunjukkan bahwa penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat keamanan dapat memicu kerusuhan dan menimbulkan korban jiwa. Aparat keamanan harus menjalankan tugasnya dengan profesional dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tragedi 23 Mei 1997 merupakan tragedi yang tidak boleh dilupakan. Peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia untuk terus memperjuangkan demokrasi, toleransi, dan hak asasi manusia. Semoga peristiwa serupa tidak terulang kembali di masa depan.