Anak Betawil Si Dul Anak Betawi Nama aslinya Abdul Hamid. Orang tuanya memanggilnya dengan Dul. Tetangga dan teman-temannya memanggil si Dul. "Siapa namamu?tanya Bu Guru dengan manis. "Si Dul," jawabnya pendek. "Apa? Masak Dul saja!Sebutkan nama panjangmu! Dul Halim atau Dul Majid, atau Dul __ apa saja!" 'Namanya Dul Hamid."jawab seorang anak dari belakang. "Bukan. Bul" kata si Dul. "Kalau saya bertanya hendaklah kamu menjawab Sekarang, cobalah jawab pertanyaan saya. Siapa namamu?" Dengan malu-malu si Dul menjawab, "Abdul Hamid . Bu!" "Bagusl" kata Ibu Guru sambil menepuk-nepuk bahu si Dul. Si Dul amat senang hatinya mendengar kata Bu Guru Matanya bercahaya -cahaya. Baru sekali inilah ia mendapat pujian yang demikian. Karena itu lekaslah tertarik hatinya kepada gurunya itu. "Nah, sekarang, kita belajar berhitung. Siapa yang pandai berhitung sampal sepuluh? "Saya, Bu! Saya, Bu!"teriak anak-anak itu bersama-sama "Satu, dua, tiga, empat, __ "Bagus, bagusl" kata Bu Guru dengan cepat. "Sekarang, saya ingin bertanya kepada Abdul Hamid. Misalnya, Abdul Hamid diberi Bapak lima buah manggis. "Aye kagak punya Babe . Bu! Babe aye udeh meninggal, mobilnya nubruk puhun," jawab si Dul. "Nah, baik! Kalau tidak punya bapak, ibumu yang memberi lima buah manggis, dan buah manggis itu dimakan adikmu. "Aye juga kagak punya adekt "Baik! Kalau Abdul Hamid tidak punya adik, Salmah saja yang saya tanya. Misalkan engkau diberi Ibu manggis lima buah Dua buah manggis dimakan oleh adikmu. Berapa buah yang tinggal padamu?" "Siapa yang makan, Bu?"tanya Salmah dalam logat Sunda. "Siapa saja, adikmu si Titik, misalnya." "Tidak bisa. Titik kalo makan manggis, mah,muntah." "Nah, si Ujang yang makan!" "Tidak bisa jugal" "Mengapa tidak bisa juga?" "Masak dia mau dikasih dua? Paling sedikit, dia minta tiga. Kalau tidak dikasih, dia berguling-guling nangis Ibu belum kenal, sih dengan adik-adik saya!"

Cerita ini menggambarkan kesulitan seorang guru dalam mengajar anak yang berasal dari latar belakang berbeda dan memiliki pengalaman hidup yang unik. Si Dul, anak Betawi, menunjukkan beberapa hal:* **Perbedaan penggunaan nama:** Si Dul lebih nyaman dipanggil dengan nama panggilannya, "Si Dul" atau bahkan hanya "Dul," daripada nama lengkapnya, Abdul Hamid. Ini menunjukkan perbedaan budaya dan kebiasaan dalam penggunaan nama. Di lingkungannya, nama panggilan mungkin lebih umum digunakan daripada nama resmi.* **Kesulitan beradaptasi dengan metode pengajaran:** Guru menggunakan metode pengajaran yang mungkin kurang efektif bagi si Dul. Pertanyaan tentang manggis dan adiknya tidak relevan dengan pengalaman hidup si Dul yang telah kehilangan ayahnya dan tidak memiliki adik. Metode pengajaran yang lebih personal dan peka terhadap latar belakang siswa akan lebih efektif.* **Penggunaan bahasa daerah:** Si Dul dan teman-temannya menggunakan bahasa Betawi dan Sunda dalam percakapan, menunjukkan keberagaman bahasa di kelas. Guru perlu memahami dan menghargai perbedaan bahasa ini.* **Reaksi emosional:** Si Dul menunjukkan emosi yang kuat, seperti malu dan senang, yang menunjukkan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang suportif dan menghargai perasaan siswa.**Kesimpulan:**Cerita ini menyoroti pentingnya guru untuk memahami latar belakang sosial, budaya, dan emosional siswa. Metode pengajaran yang efektif harus adaptif dan mempertimbangkan perbedaan individu. Guru yang baik tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga membangun hubungan yang positif dan suportif dengan siswanya. Keberhasilan pembelajaran bergantung pada pemahaman dan penerimaan perbedaan di antara siswa. Guru perlu lebih sensitif dan kreatif dalam menyesuaikan metode pengajaran agar sesuai dengan pengalaman dan latar belakang siswa. Dalam kasus si Dul, pendekatan yang lebih personal dan relevan dengan pengalaman hidupnya akan lebih efektif daripada pertanyaan-pertanyaan hipotetis tentang manggis.