Penerapan Teori Thorndike dalam Kurikulum Matematika Sekolah Dasar

Teori Thorndike, yang juga dikenal sebagai teori penyerapan, memandang peserta didik sebagai selembar kertas putih yang siap menerima pengetahuan secara pasif. Teori ini sangat mempengaruhi kurikulum matematika sekolah dasar pada awal abad ke-20, terutama dalam pengembangan keterampilan komputasional bilangan cacah, pecahan, dan desimal. Menurut Thorndike (1924), belajar adalah proses pembentukan koneksi atau ikatan antara situasi dan respons. Dalam konteks ini, siswa dianggap sebagai penerima pasif pengetahuan yang harus membentuk hubungan antara stimulus (situasi) dan respons (jawaban). Teori ini menekankan pentingnya pembelajaran yang sistematis dan terstruktur, di mana siswa secara bertahap membangun pemahaman melalui pengulangan dan penguatan. Penerapan teori ini dalam kurikulum matematika sekolah dasar dapat dilihat dalam pendekatan pengajaran yang berfokus pada pemahaman konsep dasar dan penerapan aturan-aturan matematika. Misalnya, siswa diajarkan cara menghitung bilangan cacah, pecahan, dan desimal dengan langkah-langkah yang jelas dan terstruktur. Melalui latihan-latihan yang berulang, siswa secara bertahap membangun keterampilan komputasional yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika. Selain itu, teori Thorndike juga menekankan pentingnya penguatan positif dalam proses pembelajaran. Dalam konteks matematika, penguatan positif dapat diberikan kepada siswa ketika mereka berhasil menyelesaikan soal-soal dengan benar atau ketika mereka menunjukkan pemahaman yang baik tentang konsep-konsep matematika. Penguatan ini dapat berupa pujian, hadiah kecil, atau bentuk penghargaan lainnya yang dapat meningkatkan motivasi siswa dan mendorong mereka untuk terus belajar. Namun, penting untuk dicatat bahwa teori Thorndike telah mengalami kritik dan perkembangan sejak pertama kali diperkenalkan. Beberapa kritik terhadap teori ini adalah pandangannya yang terlalu pasif terhadap peran siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pendekatan pengajaran yang lebih interaktif dan aktif sering kali lebih disarankan dalam praktik pendidikan saat ini. Secara keseluruhan, penerapan teori Thorndike dalam kurikulum matematika sekolah dasar menekankan pentingnya pembelajaran yang sistematis, terstruktur, dan didukung oleh penguatan positif. Meskipun teori ini telah mengalami perkembangan dan kritik, prinsip-prinsip dasarnya tetap relevan dalam pengembangan kurikulum matematika yang efektif dan efisien.