Kumaha Atuh: Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik tentang Penggunaan Bahasa Sunda dalam Konteks Sosial

"Kumaha atuh" – sebuah sapaan khas yang akrab di telinga masyarakat Sunda. Lebih dari sekadar sapaan, frasa ini merangkum kompleksitas penggunaan bahasa Sunda dalam konteks sosialnya.

Dinamika Bahasa Sunda di Era Modern

Bahasa Sunda, sebagai bahasa daerah dengan penutur terbanyak kedua di Indonesia, menghadapi tantangan pelik di era modern. Di satu sisi, bahasa ini masih menjadi bahasa ibu bagi jutaan orang dan terus dituturkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di wilayah Jawa Barat. Di sisi lain, arus globalisasi dan dominasi bahasa Indonesia menciptakan tekanan tersendiri. Penggunaan bahasa Sunda acap kali dikaitkan dengan kesan tradisional, kampungan, bahkan terbelakang.

"Kumaha Atuh": Refleksi Sikap Penutur

Frasa "kumaha atuh" sendiri menarik untuk dicermati. "Kumaha" yang berarti "bagaimana" menunjukkan sikap bertanya, ingin tahu, dan membuka ruang dialog. Sementara "atuh" merupakan partikel penegas yang juga mengandung nuansa kebimbangan, keraguan, bahkan kehati-hatian. Gabungan keduanya mencerminkan kompleksitas sikap penutur bahasa Sunda dalam konteks sosial. Di satu sisi, ada semangat untuk melestarikan dan menggunakan bahasa sendiri. Namun di sisi lain, terdapat pula keraguan akan penerimaan dan konsekuensi sosialnya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Bahasa Sunda

Beragam faktor memengaruhi penggunaan bahasa Sunda dalam interaksi sosial. Faktor usia, misalnya, menunjukkan bahwa generasi muda cenderung lebih fasih berbahasa Indonesia, sementara generasi tua lebih nyaman menggunakan bahasa Sunda. Faktor pendidikan juga berperan, di mana sistem pendidikan formal yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar turut memengaruhi preferensi bahasa.

Upaya Pelestarian Bahasa Sunda

Berbagai upaya dilakukan untuk melestarikan bahasa Sunda. Pemerintah daerah, misalnya, mengeluarkan kebijakan penggunaan bahasa Sunda di instansi pemerintahan dan sekolah pada hari-hari tertentu. Komunitas pecinta bahasa Sunda juga aktif mengadakan kegiatan yang melibatkan generasi muda, seperti lomba menulis aksara Sunda, festival budaya, dan kelas bahasa.

Fenomena "kumaha atuh" merupakan cerminan dari dinamika bahasa Sunda di era modern. Tantangan dan peluang berdampingan dalam menjaga kelestarian bahasa ini. Dibutuhkan kesadaran kolektif dari seluruh elemen masyarakat, mulai dari penutur, akademisi, hingga pemerintah, untuk memastikan bahasa Sunda tetap hidup dan berkembang sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Indonesia.