Bagaimana Naskah UUD 1945 Diterima dalam Sidang BPUPKI: Sebuah Tinjauan Historis
Proses perumusan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Lahirnya UUD 1945 sebagai landasan hukum negara Republik Indonesia tidak terlepas dari peran Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sidang BPUPKI yang berlangsung pada bulan Mei dan Juni 1945 menjadi wadah bagi para tokoh bangsa untuk merumuskan dasar negara dan konstitusi Indonesia. Artikel ini akan menelusuri bagaimana naskah UUD 1945 diterima dalam sidang BPUPKI, dengan meninjau berbagai aspek historis yang melatarbelakangi proses tersebut.
Perdebatan Pancasila sebagai Dasar Negara
Sidang BPUPKI pertama pada tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945 diwarnai perdebatan sengit mengenai dasar negara. Beberapa tokoh seperti Muhammad Yamin dan Soepomo mengajukan gagasan masing-masing. Muhammad Yamin mengemukakan lima asas dasar negara, yaitu Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Peri Kesejahteraan. Sementara Soepomo mengusulkan lima asas dasar negara, yaitu persatuan, keadilan sosial, kekeluargaan, musyawarah, dan ketuhanan. Perdebatan ini menunjukkan bahwa para anggota BPUPKI memiliki pandangan yang beragam tentang dasar negara yang ideal bagi Indonesia.
Lahirnya Piagam Jakarta
Pada sidang BPUPKI kedua yang berlangsung pada tanggal 10 hingga 17 Juli 1945, perdebatan mengenai dasar negara mencapai puncaknya. Akhirnya, tercetuslah rumusan dasar negara yang dikenal sebagai Piagam Jakarta. Piagam Jakarta memuat lima sila, yaitu Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Piagam Jakarta ini menjadi titik tolak bagi perumusan UUD 1945.
Proses Penerimaan Naskah UUD 1945
Setelah Piagam Jakarta disepakati, BPUPKI membentuk Panitia Sembilan untuk merumuskan rancangan UUD. Panitia Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno berhasil merumuskan naskah UUD 1945 yang kemudian diajukan ke sidang BPUPKI. Pada tanggal 16 Juli 1945, naskah UUD 1945 dibacakan dan disetujui oleh sidang BPUPKI. Proses penerimaan naskah UUD 1945 di BPUPKI berlangsung relatif lancar, meskipun terdapat beberapa catatan penting.
Perdebatan dan Revisi Naskah UUD 1945
Meskipun naskah UUD 1945 diterima dalam sidang BPUPKI, namun tidak berarti proses perumusan konstitusi selesai. Terdapat beberapa poin yang masih menjadi perdebatan, terutama mengenai sila pertama Piagam Jakarta. Perdebatan ini berlanjut hingga ke sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang kemudian mengubah sila pertama Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan ini dilakukan untuk mengakomodasi aspirasi seluruh golongan masyarakat Indonesia.
Kesimpulan
Proses penerimaan naskah UUD 1945 dalam sidang BPUPKI merupakan momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Perdebatan yang terjadi di dalam sidang BPUPKI menunjukkan bahwa para tokoh bangsa memiliki komitmen yang kuat untuk merumuskan dasar negara dan konstitusi yang ideal bagi Indonesia. Meskipun terdapat beberapa perdebatan dan revisi, naskah UUD 1945 akhirnya diterima dan menjadi landasan hukum bagi negara Republik Indonesia. UUD 1945 sebagai hasil dari proses perumusan yang panjang dan penuh dinamika, menjadi bukti nyata dari semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam membangun negara yang merdeka dan berdaulat.