Demokrasi Parlementer di Indonesia Tahun 1960: Sebuah Refleksi **
Demokrasi parlementer di Indonesia pada tahun 1960-an merupakan periode yang penuh gejolak dan perubahan. Setelah kemerdekaan, Indonesia memilih sistem parlementer sebagai bentuk pemerintahannya. Sistem ini mengusung prinsip pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif, dengan parlemen memegang peran penting dalam pembentukan pemerintahan. Pada awal tahun 1960-an, demokrasi parlementer di Indonesia diwarnai oleh dinamika politik yang kompleks. Berbagai partai politik bersaing untuk meraih kekuasaan, dan koalisi pemerintahan seringkali berubah-ubah. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan politik dan kesulitan dalam menjalankan pemerintahan. Salah satu tantangan utama yang dihadapi demokrasi parlementer di Indonesia pada masa itu adalah masalah ekonomi. Indonesia masih dalam tahap pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi yang lambat menyebabkan ketidakpuasan di kalangan rakyat. Selain itu, munculnya gerakan separatis di beberapa wilayah juga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Pada tahun 1965, terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang mengguncang Indonesia. Peristiwa ini menyebabkan jatuhnya pemerintahan Soekarno dan berujung pada pengambilalihan kekuasaan oleh Jenderal Soeharto. Meskipun demokrasi parlementer di Indonesia pada tahun 1960-an mengalami pasang surut, periode ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya stabilitas politik, persatuan nasional, dan pembangunan ekonomi dalam membangun demokrasi yang kuat. Refleksi:** Demokrasi parlementer di Indonesia tahun 1960-an merupakan periode yang penuh dinamika dan tantangan. Meskipun sistem ini tidak bertahan lama, pengalaman ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya membangun sistem politik yang stabil, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.