Harumnya Kue Jahe Ibu **
** Senja menyapa dengan lembut, menyelimuti rumah kecil kami dengan warna jingga kemerahan. Aroma khas kue jahe Ibu mulai tercium, menguar dari dapur yang sederhana. Aroma itu selalu menjadi pertanda bahwa hari telah berakhir, dan saatnya berkumpul bersama keluarga. Ibu, dengan rambutnya yang mulai memutih, sibuk menguleni adonan di atas meja kayu tua. Gerakan tangannya begitu lihai, seperti seorang pengrajin yang sedang menciptakan karya seni. Wajahnya, yang dihiasi kerutan halus, memancarkan keceriaan saat ia mencampurkan rempah-rempah ke dalam adonan. Ayah, yang baru pulang dari kerja, duduk di kursi kayu di dekat jendela. Ia membaca koran, sesekali melirik ke arah Ibu yang sedang sibuk. Senyum tipis terukir di bibirnya, seperti merasakan kehangatan keluarga yang menyelimuti hatinya. Kakak, yang baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahnya, duduk di meja belajar. Ia membuka buku pelajaran, namun matanya sesekali melirik ke arah dapur, tergoda oleh aroma kue jahe yang menggoda. Aku, yang masih kecil, berlarian di sekitar rumah, mengejar bayangan kucing peliharaan kami. Tawa riangku bergema di ruangan, menambah keakraban suasana. Kue jahe Ibu, dengan rasa manis dan rempah-rempah yang khas, selalu menjadi simbol kebersamaan keluarga kami. Setiap gigitan kue itu terasa seperti pelukan hangat, penuh kasih sayang dan rasa syukur. Saat kami berkumpul di meja makan, menikmati kue jahe buatan Ibu, hati kami dipenuhi rasa bahagia. Kami saling bercerita, berbagi cerita tentang hari yang telah dilalui. Kue jahe Ibu, lebih dari sekadar makanan. Ia adalah simbol cinta, kebersamaan, dan kehangatan keluarga yang tak ternilai harganya. Aroma kue jahe itu akan selalu terukir dalam ingatan, mengingatkan kami akan momen-momen indah yang pernah kami lalui bersama.