Stabilitas Politik dan Keamanan sebagai Dasar Pembangunan di Era Orde Baru
Pada era Orde Baru, stabilitas politik dan keamanan dianggap sebagai dasar pembangunan nasional. Langkah pertama yang diambil oleh pemerintah Orde Baru adalah membentuk Kabinet Pembangunan I pada tanggal 6 Juni 1968. Program Kabinet Pembangunan I, yang dikenal sebagai Pancakida, bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat utama keberhasilan pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun (Repelita) dan pemilihan umum (Pemilu). Salah satu langkah yang diambil adalah menyusun dan merencanakan Repelita. Dalam hal ini, pemerintah Orde Baru berfokus pada penyusunan rencana pembangunan jangka panjang untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Selain itu, pemerintah juga melaksanakan Pemilu secara teratur, dengan pemilihan umum yang dilakukan pada bulan Juli 1971. Hal ini bertujuan untuk menjaga demokrasi dan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpin mereka. Selain itu, pemerintah Orde Baru juga berupaya mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat. Mereka mengikis habis sisa-sisa G-30-S/PKI dan segala bentuk rongrongan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Langkah ini penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan stabil bagi pembangunan nasional. Selanjutnya, pemerintah Orde Baru melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan aparatur negara, baik di pusat maupun di daerah, serta unsur-unsur komunisme. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pemerintahan berjalan efektif dan efisien dalam melaksanakan program pembangunan. Selama masa pemerintahan Orde Baru, juga terjadi penyederhanaan partai politik. Penyederhanaan ini dilakukan melalui sidang umum MPR tahun 1973. Beberapa partai politik seperti Nahdatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, PKI, dan Partai Syarikat Islam Indonesia bergabung dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Sementara itu, Partai Nasional Indonesia, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, dan Partai Murba bergabung dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Tujuan dari penyederhanaan partai politik ini adalah untuk menciptakan stabilitas nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintahan Orde Baru juga berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali, yang dilakukan setiap lima tahun sekali (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997). Semua pemilu yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru dimenangkan oleh Golkar. Penyelenggaraan pemilu ini memberikan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta dengan baik, terutama dengan adanya slogan "luber" (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun, pada masa pemerintahan Orde Baru juga terjadi peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari). Peristiwa ini dimulai oleh kegiatan para mahasiswa yang tergabung dalam grup diskusi yang mengkritisi kebijakan pemerintah. Pada tanggal 15 Januari 1974, menjelang kedatangan PM Jepang Kakue Tanaka, terjadi demonstrasi besar-besaran yang diikuti oleh aksi anarki. Untuk meredam gerakan mahasiswa tersebut, pemerintah mengeluarkan SK1028/1974 tentang Petunjuk-Petunjuk Kebijaksanaan dalam Rangka Pembinaan Kehidupan Kampus Perguruan Tinggi. Demonstrasi dilarang, dan kegiatan kemahasiswaan lebih difokuskan pada bidang penalaran seperti diskusi atau seminar. Dalam kesimpulannya, stabilitas politik dan keamanan merupakan dasar pembangunan di era Orde Baru. Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah