Mengapa Komunitas Asrama Putri "Cahaya Bangsa" Tidak Dapat Dikategorikan sebagai Masyarakat Hukum Adat?
Komunitas di Asrama Putri "Cahaya Bangsa" tidak dapat disebut sebagai masyarakat/masyarakat Hukum Adat karena tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pendapat Koentjaraningrat dan Ter Haar. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adat memiliki ciri-ciri seperti kesatuan wilayah, kesatuan bahasa, kesatuan sosial-budaya, dan kesatuan hukum. Di sisi lain, Ter Haar menekankan pentingnya adanya kesadaran kolektif dalam menjalankan aturan-aturan adat. Pertama-tama, untuk dikategorikan sebagai masyarakat Hukum Adat, sebuah komunitas harus memiliki kesatuan wilayah yang jelas. Namun, Asrama Putri "Cahaya Bangsa" bukanlah suatu wilayah tetap, melainkan tempat tinggal sementara bagi para siswi. Selain itu, kesatuan bahasa juga menjadi salah satu ciri masyarakat adat, namun di asrama ini terdapat beragam latar belakang bahasa yang tidak mencerminkan kesatuan bahasa yang dimiliki oleh masyarakat adat. Selain itu, kesatuan sosial-budaya juga merupakan ciri masyarakat adat yang tidak dapat ditemukan secara kuat di Asrama Putri "Cahaya Bangsa". Para siswi berasal dari berbagai latar belakang sosial dan budaya yang berbeda, sehingga sulit untuk menemukan kesatuan sosial-budaya yang kuat di antara mereka. Terakhir, kesatuan hukum juga menjadi faktor penting, namun di asrama ini, aturan-aturan yang berlaku lebih bersifat internal dan tidak selalu didasarkan pada hukum adat yang telah ada sejak lama. Dengan demikian, berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Koentjaraningrat dan Ter Haar, komunitas di Asrama Putri "Cahaya Bangsa" tidak dapat dikategorikan sebagai masyarakat Hukum Adat karena tidak memenuhi ciri-ciri yang telah ditetapkan.