Menjelajahi Keindahan Jepang dengan Berbekal Buku Percakapan Bahasa Jepang
Ketika berada di Jepang, saya merasa terpesona dengan keberagaman merek yang ada di sekitar saya. Bahkan di toilet bandara, saya melihat sabun bermerek yang sama dengan yang ada di Jakarta. Hal ini membuat saya geleng-geleng kepala, karena merek-merek tersebut benar-benar menguasai dunia. Namun, saya tidak ingin hanya terpaku di hotel, saya ingin menjelajahi keindahan Jepang dengan berbekal buku percakapan bahasa Jepang dan kartu nama hotel yang saya simpan di saku. Berjalan-jalan seorang diri di Jepang tidaklah mudah. Meskipun saya berani bertanya, tetapi masih sering kali tersesat di jalan. Orang Jepang jarang berbicara dalam bahasa Inggris, sehingga saya harus mengandalkan buku percakapan bahasa Jepang saya. Namun, saya tidak ingin kehilangan arah dan tidak bisa kembali ke hotel, jadi saya hanya berjalan-jalan sejauh lima menit dari hotelku, sampai di stasiun kereta Kinshi-co. Saat berjalan-jalan, saya merasa kaki-kaki manusia Jepang begitu cepat berjalan. Mereka semua menyalip langkahku dan tidak ada wajah yang bisa saya kenali dengan jelas karena mereka begitu bergegas. Saya merasa seperti kutu yang keluar masuk lorong kereta bawah tanah, seperti kerumunan hatarakibachi di mulut stasiun. Setelah seharian berjalan-jalan, saya bertemu dengan Satoshi, seorang teman yang mengajak saya minum sake. Dia menuangkan sake ke gelas saya dan mengajak seluruh peserta kongres untuk mengucapkan "Kampai!". Saya menghormati tuan rumah dengan meneguk sedikit sake, dan merasakan rasa hangatnya naik ke wajahku. Meskipun wajahku memerah, saya merasa senang dan terkesan dengan keramahan orang Jepang. Menjelajahi keindahan Jepang dengan berbekal buku percakapan bahasa Jepang memang tidak mudah, tetapi pengalaman ini memberikan saya wawasan yang berharga tentang budaya dan kehidupan sehari-hari di Jepang. Saya sangat berterima kasih atas kesempatan ini dan berharap bisa kembali ke Jepang suatu hari nanti.