Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin: Konfrontasi dan Poros Jakarta-Peking-Pyongyang
Pada masa Demokrasi Terpimpin, politik luar negeri Indonesia ditentukan oleh Presiden Soekarno. Politik luar negeri Indonesia pada masa ini bersifat high profile, dengan sikap antiimperialisme dan antikolonialisme yang tegas dan cenderung konfrontatif. Tujuan politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin adalah melenyapkan imperialisme dan mencapai dasar-dasar perdamaian dunia yang kekal dan abadi. Dalam konsep Manipol-USDEK, politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk menghimpun kawan yang hendak dikonfrontasikan dengan musuh revolusi, yaitu kapitalisme dan kolonialisme. Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru yang membagi dunia menjadi dua blok, yaitu New Emerging Forces (Nefo) dan Old Established Forces (Oldefo). Nefo terdiri dari negara-negara berkembang dan negara sosialis yang dianggap progresif, sedangkan Oldefo terdiri dari negara kolonialis dan imperialis. Pada Konferensi Non-Blok I di Beograd pada tahun 1961, Soekarno menjelaskan bahwa Nefo harus berjuang melawan Oldefo karena tidak akan tercapai kesepakatan damai di antara keduanya. Pada Konferensi Non-Blok II, Soekarno menekankan bahwa kesepakatan damai hanya dapat dicapai jika negara-negara berkembang memiliki kekuatan yang sama dengan negara-negara imperialis. Untuk memperoleh kekuatan tersebut, negara-negara berkembang harus menjalin hubungan yang erat. Pada masa Demokrasi Terpimpin, politik luar negeri Indonesia semakin condong ke negara-negara sosialis seperti Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok. Ketika hubungan antara Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok memburuk, Indonesia mendekatkan diri ke Republik Rakyat Tiongkok dan negara-negara yang sehaluan dengan negara "Tirai Bambu" tersebut. Hal ini melahirkan poros Jakarta-Peking-Pyongyang. Faktor lain yang menyebabkan terbentuknya poros ini adalah konfrontasi dengan Malaysia, yang menyebabkan Indonesia membutuhkan bantuan militer dan logistik. Dalam politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin, konfrontasi dan poros Jakarta-Peking-Pyongyang menjadi faktor penting dalam menentukan arah hubungan internasional Indonesia.