Meningkatkan Kesadaran Berpolitik untuk Mengatasi Kerawanan Pemilu
Pemilu 2024 tinggal empat bulan lagi dan suasana di masyarakat saat ini relatif masih kondusif. Namun, tetap saja ada potensi kerawanan dalam penyelenggaraan pemilu. Menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) bisa terjadi dalam masa jelang dan pelaksanaan Pemilu 2024, terutama melalui media sosial. Politisasi SARA ini bisa berujung pada terjadinya kekerasan dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya langkah-langkah untuk mencegah politisasi SARA dalam pemilu. Salah satu langkah yang diambil adalah kerjasama antara Bawaslu dengan berbagai kalangan, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), perusahaan penyedia layanan media sosial (medsos), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers. Dengan melibatkan berbagai pihak, Bawaslu mengembangkan channel pelaporan cepat untuk mengatasi politisasi SARA. Pelaku provokasi bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun, peran masyarakat juga sangat penting dalam memitigasi kerawanan pemilu. Masyarakat perlu menyebarkan informasi yang benar dan tidak terprovokasi oleh politisasi SARA. Selain itu, kesadaran berpolitik juga harus ditanamkan dalam masyarakat. Dukungan kepada peserta pemilu harus ditunjukkan secara terukur dan tidak semakin mempertajam perbedaan dalam masyarakat. Pemilu adalah konflik yang diatur dalam konstitusi dan dilegalisasi dengan berbagai aturan, namun bukan berarti perilaku curang, penyebaran hoaks, dan pelanggaran lain bisa dibenarkan. Peserta pemilu dan pendukungnya yang "menghalalkan" berbagai cara untuk meraih kemenangan pasti akan diketahui dan diberikan sanksi. Pemilu adalah pesta demokrasi, seperti pesta lainnya, pasti ada peserta yang terlalu bergembira sehingga melanggar aturan. Oleh karena itu, semua pihak, baik itu Bawaslu, pemerintah, maupun masyarakat, harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran berpolitik. Masyarakat harus memahami bahwa pemilu adalah momen penting dalam menentukan arah negara dan masa depan bangsa. Dengan kesadaran berpolitik yang tinggi, masyarakat dapat memilih pemimpin yang berkualitas dan berintegritas, serta mencegah politisasi SARA yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam meningkatkan kesadaran berpolitik, pendidikan politik menjadi hal yang sangat penting. Pendidikan politik harus dimulai sejak dini, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Anak-anak perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya partisipasi politik yang sehat dan bertanggung jawab. Selain itu, media massa juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran berpolitik. Media massa harus memberikan informasi yang objektif dan akurat, serta menghindari politisasi SARA yang dapat memecah belah masyarakat. Dalam menghadapi pemilu, kita juga perlu mengingat bahwa pemilu bukanlah ajang untuk memenangkan satu pihak dan mengalahkan pihak lain. Pemilu adalah ajang untuk memilih pemimpin yang terbaik untuk negara dan rakyat. Oleh karena itu, kita harus menjaga sikap yang adil dan tidak memihak. Kita harus menghormati pilihan politik orang lain dan tidak memprovokasi perbedaan pendapat menjadi konflik yang merusak. Dalam mengatasi kerawanan pemilu, kesadaran berpolitik menjadi kunci utama. Dengan