Keringat dan Kekhawatiran: Saat Ria Tumbang **
** Latihan menari yang intens membuat keringat membasahi tubuh Ria. Gerakannya lincah, penuh semangat, tak kenal lelah. Namun, tiba-tiba, tubuhnya limbung. Ria terhuyung, pandangannya berkunang-kunang, dan seketika ia terjatuh pingsan. Shani, sang kakak, yang sedari tadi memperhatikan Ria, langsung berlari menghampiri. Wajahnya pucat, jantungnya berdebar kencang. Ia berusaha membangunkan Ria, namun tak ada respon. Rasa cemas mencengkeram hati Shani. Gracia, Feni, dan Sisca, sahabat Shani, yang menyaksikan kejadian itu, langsung berhamburan mendekat. Mereka berusaha menenangkan Shani, memberikan semangat, dan membantu mencari pertolongan. Dokter pun datang, memeriksa Ria dengan saksama. Suasana hening, hanya deru napas yang terdengar. Shani menunduk, doa-doa terucap lirih di bibirnya. Akhirnya, dokter keluar dari ruangan. "Ria hanya kelelahan," ujar dokter, "Ia butuh istirahat dan asupan vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya." Shani menghela napas lega. Rasa syukur membanjiri hatinya. Ia langsung masuk ke ruangan Ria, ditemani sahabat-sahabatnya. Ria sudah sadar, namun masih terlihat lemah. Shani mengusap lembut kening Ria, "Kamu harus istirahat, Ria. Jangan terlalu memaksakan diri." Ria tersenyum lemah, "Maaf, Kak. Aku terlalu semangat latihan." Shani memeluk Ria erat, "Yang penting kamu baik-baik saja. Kita semua khawatir." Kejadian itu menjadi pelajaran berharga bagi Ria. Ia menyadari pentingnya menjaga kesehatan dan tidak memaksakan diri. Sahabat-sahabatnya pun selalu mengingatkannya untuk istirahat dan makan makanan bergizi. Keringat dan kekhawatiran telah berlalu, digantikan oleh rasa syukur dan kebahagiaan karena Ria kembali sehat. Persahabatan yang kuat dan kasih sayang keluarga menjadi kekuatan yang tak ternilai dalam menghadapi cobaan.