Rahasia Kecil di Balik Senyum Lia dan Sila **
Matahari sore menerobos jendela kamar, menerangi wajah Lia dan Sila yang sedang asyik bermain kartu. Keduanya tertawa lepas, melupakan sejenak lelahnya latihan menari. Namun, tawa mereka terhenti saat Shani, sang kakak tertua, memasuki ruangan. "Lia, Sila, kenapa tangan kalian dibalut?" tanya Shani, matanya tajam mengamati jari-jari adiknya yang terbungkus perban. Lia dan Sila saling pandang, gugup. Mereka sudah berjanji untuk merahasiakan luka di jari mereka. "Enggak apa-apa, Kak. Cuma lecet sedikit," jawab Lia, berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Shani mengerutkan kening. "Lecet? Kenapa sampai dibalut seperti itu?" tanyanya lagi, suaranya sedikit meninggi. Lia dan Sila semakin gugup. Mereka takut dimarahi Shani. Akhirnya, dengan suara gemetar, Lia menceritakan kejadian sebenarnya. Mereka berdua terjatuh saat latihan, dan jari mereka tergores cukup parah. Namun, mereka takut mengecewakan Shani, sehingga memilih untuk menyembunyikan luka mereka. Shani terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia memahami rasa takut adik-adiknya, namun ia juga kecewa karena mereka tidak jujur. "Kalian harus jujur, Lia, Sila. Jangan takut untuk mengatakan apa yang terjadi. Aku bukan monster, kok," kata Shani lembut, sambil memeluk kedua adiknya. Lia dan Sila terharu. Mereka menyadari bahwa Shani selalu ada untuk mereka, bahkan saat mereka melakukan kesalahan. Mereka berjanji untuk selalu jujur dan terbuka kepada Shani, karena mereka tahu bahwa Shani selalu ingin yang terbaik untuk mereka. Penutup:** Kisah Lia dan Sila mengajarkan kita bahwa kejujuran adalah kunci dari hubungan yang sehat. Terkadang, kita takut untuk mengatakan kebenaran karena takut akan konsekuensinya. Namun, dengan kejujuran, kita dapat membangun kepercayaan dan hubungan yang lebih kuat dengan orang-orang yang kita cintai.