Perubahan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Bangsa Barat pada Awal Kedatanganny
Pada awal kedatangannya, bangsa Barat diterima dengan baik oleh bangsa Indonesia. Namun, mengapa sikap baik tersebut berubah menjadi kemarahan? Dalam artikel ini, kita akan menjelaskan perubahan sikap bangsa Indonesia terhadap bangsa Barat pada awal kedatangannya. Pertama-tama, perlu dipahami bahwa sikap baik awal bangsa Indonesia terhadap bangsa Barat didasarkan pada harapan akan adanya hubungan yang saling menguntungkan. Bangsa Indonesia melihat kedatangan bangsa Barat sebagai peluang untuk memperoleh keuntungan ekonomi dan teknologi baru. Selain itu, bangsa Indonesia juga menganggap bangsa Barat sebagai pemimpin dunia yang maju dan beradab. Namun, seiring berjalannya waktu, sikap bangsa Indonesia berubah menjadi kemarahan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan sikap ini adalah perlakuan yang tidak adil dari bangsa Barat terhadap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merasa bahwa mereka dieksploitasi dan diperlakukan sebagai budak oleh bangsa Barat. Mereka merasa bahwa bangsa Barat hanya tertarik pada kekayaan alam Indonesia, seperti rempah-rempah, dan tidak memperhatikan kesejahteraan bangsa Indonesia. Selain itu, kebijakan monopoli perdagangan rempah-rempah oleh VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) juga memicu kemarahan bangsa Indonesia. VOC, sebagai perusahaan dagang Belanda, mengamankan kebijakan monopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Hal ini mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan kontrol atas sumber daya alam mereka sendiri dan merasa dirampas hak-hak mereka. Perjanjian Saragosa antara Spanyol dan Portugal juga memicu kemarahan bangsa Indonesia. Setelah penandatanganan perjanjian ini, bangsa Ternate merasa bahwa mereka kehilangan hak-hak mereka atas wilayah dan sumber daya alam mereka. Mereka merasa bahwa bangsa Portugis telah mengkhianati mereka dan merampas apa yang seharusnya menjadi milik mereka. Selama pendudukan Jepang di Indonesia, lembaga Keimin Bunshidoso memainkan peran penting. Lembaga ini didirikan oleh pemerintah Jepang dengan tujuan mengubah pola pikir dan perilaku bangsa Indonesia agar sesuai dengan ideologi Jepang. Namun, banyak bangsa Indonesia yang merasa bahwa lembaga ini hanya merupakan alat propaganda Jepang untuk memperkuat kekuasaan mereka. Mereka merasa bahwa lembaga ini tidak memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Dalam kesimpulan, perubahan sikap bangsa Indonesia terhadap bangsa Barat pada awal kedatangannya dapat dijelaskan oleh perlakuan yang tidak adil, kebijakan monopoli perdagangan, dan penandatanganan perjanjian yang merugikan bangsa Indonesia. Sikap baik awal bangsa Indonesia berubah menjadi kemarahan karena mereka merasa dieksploitasi dan dirampas hak-hak mereka.