Cahaya di Balik Senyum **
** Mentari pagi menyinari wajah Ibu yang sedang sibuk di dapur. Aroma kopi dan kue panekuk memenuhi ruangan, menyapa hari dengan kehangatan. Ibu, dengan senyum lembutnya, menyajikan sarapan untukku. "Sarapan dulu, Nak. Nanti telat ke sekolah," katanya, suaranya lembut seperti bisikan angin. Aku hanya mengangguk, mataku masih mengantuk. Namun, melihat senyum Ibu, hatiku langsung berbinar. Senyum Ibu, bagaikan cahaya mentari yang menerobos awan gelap, menghangatkan jiwaku. Sepanjang hari, bayangan senyum Ibu selalu menyertaiku. Saat aku menghadapi kesulitan di sekolah, senyum Ibu menjadi penguat. Saat aku merasa sedih, senyum Ibu menjadi penenang. Senyum Ibu, bagaikan pelita yang menerangi jalan hidupku. Sore hari, saat aku pulang sekolah, Ibu sudah menunggu di teras. Senyumnya menyambutku dengan hangat. "Bagaimana sekolahmu hari ini, Nak?" tanyanya. Aku bercerita tentang hariku, tentang suka dan duka yang kualami. Ibu mendengarkan dengan sabar, sesekali mengangguk dan tersenyum. Senyum Ibu, bagaikan embun pagi yang menyegarkan jiwa. Malam hari, saat aku tertidur, bayangan senyum Ibu masih terukir di benakku. Senyum Ibu, bagaikan lullaby yang menenangkan hatiku. Aku tertidur dengan tenang, merasakan kasih sayang Ibu yang begitu besar. Ibu, cahaya di balik senyummu menerangi hidupku. Kasih sayangmu, bagaikan mentari yang tak pernah padam, menghangatkan jiwaku. Terima kasih, Ibu, untuk segalanya.