Kisah Pedih Sang Putri dan Batu Menangis **
** Dahulu kala, di sebuah bukit yang jauh dari pedesaan, hiduplah seorang janda miskin dan anak perempuannya satu-satunya. Anak perempuannya sangat cantik, tetapi pemalas. Dia sama sekali tidak mau membantu ibunya. Selain itu, dia juga sangat manja, apa pun yang diinginkannya harus dipenuhi oleh ibunya. Suatu hari, wanita itu dan putrinya pergi ke pasar. Putri yang cantik itu mengenakan pakaian terbaiknya dan berjalan di depan ibunya. Dia tidak berjalan berdampingan dengan ibunya karena dia merasa malu. Semua orang menatapnya dan kagum dengan kecantikannya. "Hai gadis, kamu terlihat sangat cantik. Ngomong-ngomong, siapa wanita tua di belakangmu? Apakah dia ibumu? Mengapa kamu membiarkannya membawa keranjang belanja yang berat?" tanya seorang pria. "Ya ampun, tentu saja bukan. Dia hanya pembantuku dan tugasnya adalah membantuku berbelanja," jawab sang putri. Setiap kali mendapat pertanyaan seperti itu jawabannya selalu sama. Ibunya hanya diam saja. Namun, mendengar hal itu berulang kali membuat hati sang ibu sakit. Tiba-tiba, sang ibu berhenti dan duduk di pinggir jalan sambil menangis. "Bu, kenapa berhenti di situ? Ayo kita berangkat atau kita tidak akan sampai rumah sebelum tengah malam," teriak sang anak. Sang ibu tidak menanggapi, ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa, "Ya Tuhan, ampuni hamba atas ketidakmampuan hamba dalam mendidik anak ini. Hamba bersedia jika Engkau menghukum anak yang tidak patuh ini, Tuhan." Saat itu juga, bumi bergetar dan sebuah batu besar muncul di hadapan mereka. Batu itu mengeluarkan air mata yang mengalir deras. Sang ibu dan putrinya terkejut. Mereka tidak tahu apa yang terjadi. Sang ibu kemudian menyadari bahwa batu itu adalah hukuman Tuhan atas sikap tidak patuh putrinya. Sejak saat itu, batu itu dikenal sebagai Batu Menangis. Air matanya mengalir tanpa henti, sebagai pengingat akan dosa sang putri yang tidak menghormati ibunya. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menghormati orang tua dan bersikap baik kepada mereka.