Cermin Retak di Balik Bedak **
Hari ini, seperti biasa, aku bercermin sebelum berangkat ke sekolah. Bedak, lipstik, dan eyeliner menjadi ritual pagi yang tak terpisahkan. Aku ingin tampil sempurna, ingin terlihat percaya diri di hadapan teman-teman. Namun, saat aku melangkahkan kaki di koridor sekolah, sebuah pertanyaan menggerogoti pikiranku: "Apakah aku benar-benar percaya diri, atau hanya terjebak dalam bayang-bayang make-up?" Di kelas, aku melihat banyak teman perempuan lain yang juga mengenakan make-up. Ada yang terlihat cantik, ada yang terlihat berlebihan. Namun, aku menyadari bahwa di balik riasan tebal itu, terkadang tersembunyi rasa tidak aman. Mereka berusaha menutupi kekurangan, berusaha menjadi seseorang yang bukan diri mereka sendiri. Aku teringat saat aku pertama kali memakai make-up. Aku merasa lebih dewasa, lebih menarik. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa terbebani. Aku merasa harus selalu tampil sempurna, harus selalu menutupi kekurangan. Aku kehilangan rasa percaya diri yang sebenarnya, rasa percaya diri yang berasal dari dalam diri. Aku mulai menyadari bahwa make-up bukanlah solusi untuk meningkatkan rasa percaya diri. Justru, make-up bisa menjadi beban, bisa menjadi penghalang untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Aku ingin menjadi diriku sendiri, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Aku ingin percaya diri dengan wajah polosku, dengan kecantikan alami yang terpancar dari dalam. Mungkin, aku masih akan memakai make-up sesekali. Tapi, aku akan melakukannya dengan lebih bijak, dengan tujuan untuk mempercantik diri, bukan untuk menutupi kekurangan. Aku ingin make-up menjadi pelengkap, bukan pengganti. Aku ingin menemukan kecantikan sejati, kecantikan yang berasal dari dalam diri, kecantikan yang tidak membutuhkan riasan tebal untuk bersinar. Catatan:** Cerita ini menggambarkan dampak negatif make-up di sekolah dengan fokus pada rasa percaya diri dan jati diri. Cerita ini ditulis dengan gaya naratif dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa.