Lima Tahun Menunggu, Sebuah Kisah Cinta yang Tak Terpisahkan\x0a\x0a**
** <br/ > <br/ >Udara di bandara terasa dingin, menyapa Elia yang tengah berdiri di dekat pintu keberangkatan. Matanya berkaca-kaca, menatap punggung Gino yang semakin menjauh. Dua tahun pernikahan mereka baru saja dilewati, dan kini Gino harus pergi ke Beograd untuk melanjutkan pendidikannya. Elia, yang tengah hamil delapan bulan, akan melahirkan sendirian. <br/ > <br/ >"Jaga diri lo yah, gue titip anak gue," bisik Gino, mengecup kening Elia sebelum memeluknya erat. <br/ > <br/ >"Lo juga, jaga diri lo disana," jawab Elia, suaranya bergetar menahan tangis. <br/ > <br/ >Gino mengelus perut Elia, menciumnya lembut. "Kita akan bertemu lagi, sayang. Lima tahun, dan kita akan bersama lagi." <br/ > <br/ >Gino melangkah pergi, meninggalkan Elia yang terdiam di tengah keramaian bandara. Air mata mengalir deras, membasahi pipinya. <br/ > <br/ >Lima tahun, waktu yang terasa begitu lama. Namun, Elia berjanji untuk menunggu. Dia akan menjaga dirinya dan anak mereka, menantikan hari di mana Gino kembali. <br/ > <br/ >Setiap hari, Elia membaca surat-surat Gino. Setiap kata yang tertuang di atas kertas, menjadi penguat baginya. Dia membayangkan Gino sedang belajar, berjuang untuk masa depan mereka. <br/ > <br/ >Lima tahun berlalu, dan akhirnya Gino kembali. Dia pulang dengan segudang cerita dan mimpi yang ingin dibagikan. <br/ > <br/ >"Aku pulang, sayang," kata Gino, memeluk Elia dan anak mereka yang kini telah berusia lima tahun. <br/ > <br/ >Elia tersenyum, air mata bahagia mengalir di pipinya. Lima tahun penantian, kini terbayar lunas. Cinta mereka, yang teruji oleh jarak dan waktu, semakin kuat. <br/ > <br/ >Kisah Gino dan Elia mengajarkan kita bahwa cinta sejati mampu melewati segala rintangan. Jarak dan waktu mungkin memisahkan, namun hati yang terikat cinta akan selalu bersatu. <br/ >