Senja Berdarah di Taman Belakang **
** Mentari sore mulai meredup, langit berganti warna menjadi jingga kemerahan. Di taman belakang rumah mewah itu, Ria, atlet panah yang terkenal dengan ketangkasannya, tengah berlatih. Keenam kakaknya, Shani, Gracia, Feni, Jinan, Cindy, dan Celine, duduk di balkon, menyaksikan adik mereka dengan penuh kekaguman. Ayah dan Ibu Ria, CEO perusahaan ternama, juga ikut menyaksikan dari balkon, senyum bangga terukir di wajah mereka. Ria menarik napas dalam-dalam, fokus pada target di hadapannya. Tangannya terulur, menarik tali busur dengan kuat. Namun, sebelum panah terlepaskan, sebuah benda tajam melesat dari balik rimbunnya pohon mangga. Panah asing itu mengenai pergelangan tangan Ria, darah segar langsung mengucur. Keheningan menyelimuti taman. Semua mata terbelalak, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Belum sempat mereka bereaksi, dua panah lagi melesat, mengenai kedua telinga Ria. Ria terhuyung, tubuhnya limbung. Panah terakhir pun datang, tepat mengenai kaki Ria, hampir menembus kulitnya. Ria terjatuh, tubuhnya gemetar. Rasa sakit menusuk, membuat pandangannya kabur. Kakaknya berteriak histeris, berhamburan mendekati Ria. Ayah dan Ibu Ria langsung berlari turun, wajah mereka dipenuhi kepanikan. Senja yang seharusnya indah, kini berubah menjadi mimpi buruk. Taman belakang yang biasanya dipenuhi tawa dan keceriaan, kini dipenuhi darah dan ketakutan. Siapakah yang menyerang Ria? Mengapa? Pertanyaan-pertanyaan itu bergema di benak mereka, menggantung di udara seperti bayang-bayang yang menakutkan.