Kebahagiaan yang Tertunda **
** Malam itu, senja telah berganti menjadi gelap. Ria, dengan tekun mengerjakan tugasnya di kamar Shani, sahabat karibnya. Tawa dan canda mereka berdua mengisi ruangan, menciptakan suasana hangat dan penuh keceriaan. Namun, suasana itu tiba-tiba berubah saat orang tua Shani dan Ria memasuki kamar. Ria, yang terkejut, hampir terjatuh dari kursinya. Untunglah, Shani sigap menahannya. "Ayah, Ibu, Ria nya kaget loh, hampir jatuh tadi," ucap Shani, mewakili Ria yang masih tercengang. Ria hanya mengangguk pelan, matanya masih tertuju pada orang tuanya. "Ria, Shani," suara ayah Shani terdengar lembut, "Ayah dan Ibu mau memberitahu kalian, bahwa kami akan pergi ke luar kota selama tiga minggu." Mendengar itu, wajah Ria langsung berubah. Senyumnya sirna, digantikan oleh raut sedih. Air mata mulai bercucuran di pipinya. Ia langsung berlari ke pelukan ibunya, tubuhnya gemetar menahan tangis. "Kenapa harus pergi, Ayah, Ibu?" tanya Ria, suaranya terisak. "Ini urusan pekerjaan, sayang. Kami harus menyelesaikannya," jawab ibunya, sambil mengelus rambut Ria. Ria terus menangis di pelukan ibunya, hingga akhirnya tertidur lelap. Untungnya, tugas Ria sudah selesai. Shani, yang melihat Ria tertidur, dengan lembut mengambilnya dari gendongan ibunya dan membaringkannya di kasur. Shani menatap Ria yang tertidur pulas. Ia tahu, Ria sangat sedih ditinggal orang tuanya. Namun, Shani juga mengerti, bahwa ini adalah kesempatan bagi Ria untuk belajar mandiri dan lebih dekat dengan dirinya. "Tenang, Ria. Aku akan menemanimu," bisik Shani, sambil mengelus pipi Ria. Shani tahu, kebahagiaan Ria tertunda untuk sementara waktu. Namun, ia yakin, persahabatan mereka akan menjadi penyejuk hati Ria selama orang tuanya pergi.