Cerita Kakek Tentang Jangka Jayabaya Karya Vira Maulisa Dewi
Setelah selesai ashar, aku berpamitan dengan Bapak dan Ibu untuk berangkat ke rumah Kakek. Sebulan sekali di hari weekend, aku memang rutin menginap di rumah Kakek, di sebuah desa kecil yang asri di daerah Kediri. Kakekku yang renta itu tinggal dengan Nenek dan seorang pembantu. Mereka mempunyai banyak cucu dari empat orang anaknya, setiap weekend selalu ada cucu-cucu mereka yang menginap. Untuk minggu ini, Bapak dan Ibuku tidak ikut karena nanti malam ada undangan makan malam dengan atasan Bapakku. Jadi aku berangkat ke rumah Kakek di antar Pak Anan, sopir keluarga kami. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, akhirnya Pak Anan memarkirkan mobilnya di depan rumah joglo yang mempunyai halaman begitu luas. Setiap sudut halaman rumah Kakek tumbuh berbagai macam buah-buahan, dari yang merambat sampai yang menjulang tinggi. Pak Anan tidak mampir ke rumah, setelah memastikan aku disambut Kakek dan Nenek, ia kemudian kembali menekan laju mobilnya. “Kenapa Anan tidak mampir dulu?” tanya Kakek ketika menyambut kedatanganku di teras. “Takut nanti terburu-buru, Kek. Kan Pak Anan mau mengantar Bapak sama ke acara nanti malam,” jawabku. “Sudah, sudah. Masuk, La, Nenek sudah menyiapkan pecel kesukaan kamu,” kata Nenek sembari mengulaskan senyumnya yang khas. Kegirangan aku pun masuk rumah bersama Kakek dan Nenek yang tidak berhenti menghujaniku dengan senyum kebahagiaan mereka. Setelah meletakkan tas ke kamar, tempat biasa aku tidur ketika menginap di sini, kemudian aku menghampiri mereka yang sudah menungguku di meja makan. Terakhir kali aku menikmati pecel yang punya cita rasa khas ini kira-kira yang lalu. Tangan nenekku memang mempunyai keahlian yang hebat dalam meracik bumbu. Meski kulitnya terus mengerut, tapi tidak mengurangi sedikitpun cita rasa masakannya. “Bagaimana kabar orangtuamu, semua sehat kan?” tanya Kakek ketika aku sedang menghabiskan makan malam bersama mereka. Aku tersenyum dan menjawab, “Iya, Bapak dan Ibu baik-baik saja. Terima kasih sudah menanyakan, Kakek.” Setelah makan malam, aku membantu Kakek dan Nenek membersihkan dapur. Kakek pun bercerita tentang masa lalunya yang penuh petualangan, termasuk saat-saat dia bekerja di perkebunan teh di Malang. Dia menceritakan tentang bagaimana dia dan teman-temannya sering kali harus bekerja keras dan berani menghadapi cuaca yang ekstrem. Kakek juga menceritakan tentang Jangka Jayabaya, sebuah karya sastra yang sangat terkenal di Jawa Timur. “Jangka Jayabaya adalah sebuah karya sastra yang ditulis oleh seorang pujangga bernama Jayabaya pada ab-14. Karya ini berisi ramalan-ramalan tentang masa Nusantara dan sering kali digunakan sebagai referensi dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Jawa Timur,” ujar Kakek sambil menambahkan sedikit garam ke dalam nasi yang akan dimakan Nenek. Aku mendengarkan dengan seksama setiap kata yang diucapkan Kakek. Kakek juga menceritakan tentang bagaimana dia belajar membaca dan menulis Jangka Jayabaya ketika masih muda. Dia mengatakan bahwa dia belajar dari seorang guru yang bijaksana dan berpengalaman. Kakek juga menceritakan tentang bagaimana dia dan teman-temannya sering kali harus