Pelukan Hangat di Tengah Badai **
Matahari sore mulai meredup, menandakan berakhirnya hari yang melelahkan bagi Ria dan Naysila. Keduanya baru saja pulang sekolah, namun beban berat masih menempel di pundak mereka. Sepanjang hari, mereka menjadi sasaran bully di sekolah. Kata-kata kasar dan tatapan sinis seolah menusuk hati mereka. "Kak, aku capek," lirih Naysila, matanya berkaca-kaca. Ria hanya mengangguk, air matanya juga tak terbendung. "Kita ke kantor Kak Shani ya," usul Ria, berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sana. Supir pribadi mereka, Pak Adi, dengan sigap mengantar mereka ke kantor Shani. Kantor megah itu berdiri gagah di tengah kota, simbol kesuksesan Argantara Indira Natio, ayah mereka yang merupakan pengusaha terkaya di dunia. Saat memasuki kantor, Ria dan Naysila disambut oleh para bodyguard yang sudah menunggu. Mereka langsung diarahkan ke ruangan Shani, namun langkah mereka terhenti. Ria dan Naysila tiba-tiba merasa pusing dan tubuh mereka lemas. "Aduh, Kak, aku pusing," rintih Naysila. "Nay, kamu kenapa?" tanya Ria, panik. Para bodyguard sigap menopang tubuh mereka. Salah seorang dari mereka berlari cepat memberitahu Shani, Feni, Gracia, dan Sisca. Tak lama kemudian, Shani dan ketiga adiknya berlari keluar ruangan. Wajah mereka dipenuhi kekhawatiran. Shani dan Feni langsung menggendong Ria dan Naysila, menenangkan mereka dengan pelukan hangat. "Tenang, sayang. Kakak di sini," bisik Shani lembut. Pelukan hangat itu seolah menjadi obat mujarab bagi Ria dan Naysila. Rasa lelah dan sedih mereka perlahan sirna. Di tengah badai kehidupan, mereka menemukan pelabuhan aman di pelukan kakak-kakaknya. Catatan:** * Cerita ini menekankan pada kekuatan keluarga dan kasih sayang dalam menghadapi kesulitan. * Gaya penulisan naratif dengan fokus pada emosi dan pengalaman Ria dan Naysila. * Tidak ada konten sensitif seperti kekerasan, percintaan, atau penipuan. * Bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dipahami. * Cerita ini memiliki akhir yang positif dan penuh harapan.