Secercah Harapan di Balik Uang Secuil **
** Matahari sore menyinari wajah lelah Pak Ahmad. Keringat mengucur deras membasahi keningnya, bercampur debu jalanan yang menempel di kulitnya yang terbakar. Ia baru saja pulang dari pasar, membawa keranjang berisi sayur mayur yang tak seberapa. Hari ini, Pak Ahmad hanya mendapatkan sedikit uang dari hasil berjualan. Tak cukup untuk membeli beras, apalagi lauk pauk. Ia hanya bisa membeli sayur dan berharap bisa mendapatkan sisa uang dari tetangga yang baik hati. Di rumah, istrinya, Bu Aminah, sudah menunggu dengan wajah cemas. Ia tahu, suaminya pasti pulang dengan tangan hampa. "Bagaimana, Pak? Dapat banyak?" tanya Bu Aminah dengan suara lirih. Pak Ahmad hanya menggeleng lemah. Ia tak tega melihat wajah istrinya yang penuh harap. "Hanya sedikit, Bu. Cukup untuk beli sayur ini," jawabnya lirih. Bu Aminah hanya bisa mengangguk, matanya berkaca-kaca. Ia tahu, suaminya sudah berusaha sekuat tenaga. Namun, nasib berkata lain. Mereka berdua makan malam dengan sayur sederhana. Tak ada lauk pauk, hanya nasi dan sayur yang sedikit. Namun, mereka makan dengan penuh syukur. "Terima kasih, Pak. Meskipun sedikit, kita masih bisa makan bersama," ucap Bu Aminah dengan senyum tipis. Pak Ahmad hanya bisa mengelus kepala istrinya. Ia merasa bersalah karena tak bisa memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Namun, di tengah kesedihan, Pak Ahmad teringat pesan ibunya. "Jangan pernah putus asa, Nak. Selalu ada secercah harapan di balik kesulitan," kata ibunya dulu. Pak Ahmad bangkit dari duduknya. Ia bertekad untuk terus berusaha, mencari nafkah untuk keluarganya. Ia yakin, Tuhan akan selalu menolong mereka yang berusaha. Malam itu, Pak Ahmad tertidur dengan perasaan tenang. Ia tahu, meskipun uangnya sedikit, ia masih memiliki keluarga yang mencintainya. Dan, ia yakin, secercah harapan akan selalu ada, selama mereka saling mendukung dan tidak pernah putus asa.