Demokrasi Terpimpin: Transformasi Politik Indonesia pada Era Soekarno
Demokrasi Terpimpin adalah periode penting dalam sejarah politik Indonesia yang dimulai dengan berlakunya dekret Presiden pada 5 Juli 1959. Periode ini ditandai dengan perubahan sistem politik dari Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin. Namun, perubahan ini tidak terjadi begitu saja setelah dikeluarkannya dekret Presiden pada 5 Juli 1959, melainkan setelah berakhirnya Demokrasi Liberal pada 10 Juli 1969. Salah satu perbedaan mencolok antara Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Liberal adalah dalam sistem kepartaiannya. Pada masa Demokrasi Terpimpin, partai politik cenderung tidak jelas dalam tujuan dan peran mereka. Partai-partai politik tidak lagi mempersiapkan diri untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan, karena pemilu tidak pernah dijalankan. Sebaliknya, partai-partai politik lebih berfungsi sebagai elemen penopang dalam tarik tambang antara Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI. Selama masa Demokrasi Terpimpin, terdapat sikap otoriter dari Presiden Soekarno yang dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politik atau pihak yang tidak sepaham dengannya. Kritikan yang datang dari partai berideologi Islam seperti Masyumi dan NU sering kali diabaikan atau ditindas. Meskipun begitu, Demokrasi Terpimpin disambut baik oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Soekarno sendiri menyambut hangat PKI. Soekarno beranggapan bahwa PKI dapat mengakomodasi persatuan konsepsi nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom). Dalam periode Demokrasi Terpimpin, PKI semakin berkembang dan menjadi partai besar yang selalu loyal pada pemerintahan dan kebijakan Soekarno. PKI mendukung kebijakan-kebijakan presiden seperti operasi Trikora dan penindasan terhadap penduduk daerah yang dianggap separatis. Latar belakang dikeluarkannya dekret Presiden pada 5 Juli 1959 adalah karena beberapa alasan. Pertama, Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 dengan sistem pemerintahan Demokrasi Liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Kedua, kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar membawa Indonesia ke jurang kehancuran. Ketiga, terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin mengancam stabilitas nasional. Keempat, konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional. Kelima, banyaknya partai dalam parlemen yang sulit mencapai kesepakatan dalam pengambilan keputusan. Dalam rangka menyelamatkan negara, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan Presiden RI No 75/1959 yang dikenal sebagai dekret Presiden 5 Juli 1959. Dekret ini berisi pembubaran konstituante, tidak berlakunya UUDS 1950, dan berlakunya kembali UUD 1945. Tujuan dari dikeluarkannya dekret ini adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan menyelamatkan negara. Demokrasi Terpimpin merupakan periode yang penting dalam sejarah politik Indonesia. Meskipun memiliki kekurangan dan kontroversi, periode ini memberikan gambaran tentang transformasi politik yang terjadi pada era Soekarno.