Lia dan Sila, Si Kembar yang Berani **
Matahari sore menyinari rumah megah Argantara. Suasana yang biasanya riang, kini dipenuhi keheningan. Lia dan Sila, si kembar yang biasanya ceria, terduduk lesu di sofa ruang tamu. Air mata mereka tak henti mengalir. Argantara dan Veranda, orang tua mereka, terlihat khawatir. "Kenapa kalian menangis, sayang?" tanya Veranda lembut, mengelus kepala Lia dan Sila. "Kami di-bully di sekolah, Ma," jawab Lia, suaranya bergetar. "Mereka mengejek kami dan membuat kami takut," tambah Sila, matanya berkaca-kaca. Argantara, yang mendengar percakapan itu, langsung memanggil keenam putrinya yang sedang berada di kamar lantai dua. "Shani, Gracia, Feni, Jinan, Cindy, Celine, turunlah!" Keenam putri Argantara turun dengan wajah heran. Mereka tak mengerti apa yang terjadi. Argantara menjelaskan tentang kejadian yang menimpa Lia dan Sila. "Kalian tidak boleh takut, sayang. Sekolah itu tempat belajar, bukan tempat untuk di-bully," kata Argantara tegas. Namun, Lia dan Sila tetap ketakutan. Mereka menolak untuk kembali ke sekolah. Keesokan harinya, Argantara memutuskan untuk mengawal Lia dan Sila ke sekolah dengan bodyguard. Lia dan Sila, yang biasanya ceria, kini terlihat cool dengan pakaian mereka yang stylish. Saat berpapasan dengan para pembully, Lia dan Sila langsung mengatai mereka dengan nada yang tajam. "Sekolah ini milik ayah kami, kalian tidak berhak untuk membully kami!" teriak Lia. Para pembully terdiam tak berkutik. Mereka tak menyangka Lia dan Sila akan berani melawan mereka. Para bodyguard yang mengawal Lia dan Sila pun tertawa melihat kejadian itu. Saat pulang sekolah, Lia dan Sila dijemput oleh bodyguard mereka dan dipayungi karena panas. Di dalam mobil, mereka menerima telepon dari Shani, kakak tertua mereka. "Lia, Sila, ayah memanggil kalian ke kantor," kata Shani. Lia langsung menyuruh supir pribadi mereka untuk mengantarkan mereka ke kantor Argantara. Sesampainya di kantor, Lia dan Sila langsung dibawa ke ruangan Argantara. Saat ingin masuk, Lia dan Sila hampir jatuh karena kaki mereka terlingkar. Untung saja Shani sigap menahan mereka. Saat ingin duduk, Lia dan Sila memilih duduk di kursi dekat Shani, ingin bermanja pada kakak mereka. "Hahaha, Shani, kamu lebih cocok dipanggil Ibu, bukan Kakak," canda Argantara, melihat tingkah Lia dan Sila. Kelima adiknya pun ikut tertawa. Shani yang merasa dibela oleh Lia dan Sila langsung mengejek kelima adiknya. Hari semakin sore. Lia dan Sila tertidur pulas di pelukan Shani. Saat mau pulang, mereka terbangun dari tidurnya. Wawasan:** Kisah Lia dan Sila mengajarkan kita bahwa keberanian dan rasa percaya diri sangat penting dalam menghadapi bully. Meskipun mereka awalnya takut, Lia dan Sila akhirnya berani melawan para pembully dengan dukungan dari keluarga mereka. Kisah ini juga menunjukkan pentingnya peran keluarga dalam memberikan rasa aman dan perlindungan bagi anak-anak.