Perubahan Arah Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal
Pada masa Demokrasi liberal, politik luar negeri Indonesia sangat dipengaruhi oleh kabinet-kabinet yang berkuasa. Setiap kabinet membawa arah politik luar negeri Indonesia ke arah yang berbeda, yang seringkali menimbulkan pertentangan di parlemen dan berujung pada jatuhnya kabinet tersebut. Salah satu contoh perubahan arah politik luar negeri Indonesia terjadi saat jatuhnya Kabinet Sukiman. Pada saat itu, Menteri Luar Negeri Ahmad Soebardjo melakukan kesepakatan dengan Duta Besar Amerika Serikat, Merle Cochran, yang dikenal dengan Mutual Security Act (MSA). Tindakan ini dianggap melanggar prinsip politik luar negeri bebas aktif Indonesia, sehingga parlemen mengajukan mosi tidak percaya terhadap Kabinet Sukiman. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I, terjadi perubahan kebijakan politik luar negeri. Pemerintah meminta parlemen menetapkan sikap pasti antara tiga kemungkinan sikap politik luar negeri Indonesia. Ketiga kemungkinan tersebut adalah kerjasama dengan semua negara dan menitikberatkan kerja sama dengan Amerika Serikat, kerja sama dengan semua negara dan menitikberatkan pada kerja sama dengan Uni Soviet, serta kerja sama dengan semua negara dan menitikberatkan pada penyusunan kekuatan ketiga, selain blok Barat dan blok Timur. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap, arah politik luar negeri kembali mengalami perubahan. Pemerintah berusaha menjalankan politik luar negeri bebas aktif dengan sedikit kecenderungan ke Barat. Pada masa ini, Indonesia menjalin hubungan baik dengan Australia, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat lainnya. Perubahan arah politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Liberal mencerminkan dinamika politik dan perubahan kebijakan yang terjadi di dalam negeri. Hal ini menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia sangat dipengaruhi oleh kekuasaan politik yang berubah-ubah.