Pembatasan Wilayah Indonesia: Perspektif Pemimpin pada Sidang BPUPK
Pada hari pertama dan kedua dalam sidang kedua BPUPK tanggal 10-11 Juli 1945, pembahasan mengenai pembatasan wilayah Indonesia menjadi topik yang sangat penting. Pada saat itu, beberapa pemimpin memiliki pandangan yang berbeda mengenai wilayah mana yang seharusnya menjadi bagian dari Indonesia. Muhammad Yamin, salah satu pelopor Gerakan Sumpah Pemuda, mengusulkan agar wilayah Indonesia mencakup seluruh wilayah kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda, termasuk Papua, serta beberapa daerah lain seperti Timor Portugis (sekarang Timor Leste), Borneo Utara, dan Malaya. Yamin berpendapat bahwa sebagian wilayah Papua dulu termasuk bagian dari Kesultanan Ternate, sehingga seharusnya menjadi bagian dari Indonesia. Namun, pandangan Yamin ini tidak didukung oleh Mohammad Hatta. Menurut Hatta, wilayah Indonesia tidak perlu mencakup Papua, namun seharusnya mencakup Borneo Utara dan Malaya. Hatta berpendapat bahwa wilayah Indonesia harus didasarkan pada pertimbangan geografis dan kepentingan politik yang lebih praktis. Di sisi lain, Soekarno sependapat dengan Yamin. Soekarno mengutip Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365, yang menyebutkan bahwa wilayah kekuasaan Majapahit juga mencakup daerah Papua. Oleh karena itu, menurut Soekarno, wilayah Indonesia harus mencakup daerah-daerah dari Sumatra hingga Papua. Pada akhirnya, pembahasan mengenai pembatasan wilayah Indonesia pada sidang BPUPK ini menunjukkan perbedaan pandangan di antara pemimpin-pemimpin tersebut. Meskipun demikian, kesepakatan akhir mengenai wilayah Indonesia kemudian dicapai dalam sidang tersebut, yang menjadi dasar bagi pembentukan negara Indonesia yang kita kenal saat ini.