Maafkan Aku, Melon **
Hujan deras mengguyur kota, menyapa jendela apartemen Melon dengan ketukan-ketukan dingin. Di dalam, ruangan itu berantakan, sampah berserakan, dan bau makanan basi memenuhi udara. Melon, dengan perut buncit yang semakin membesar, duduk di sofa lusuh, matanya menatap kosong ke arah jendela. "Maafkan aku, Melon," suara Kevin memecah kesunyian. Melon menoleh, matanya berkaca-kaca. "Dan aku masih terlalu muda untuk menjadi ibu," bisiknya, suaranya serak. Kevin menghela napas, wajahnya dipenuhi penyesalan. "Aku tahu, aku bodoh. Aku tak pernah berpikir sampai sejauh ini. Aku hanya... aku hanya terbawa emosi." Melon terdiam, hatinya masih terluka oleh kata-kata kasar Kevin beberapa hari lalu. Saat itu, dia begitu takut, begitu rapuh, mendengar Kevin menyuruhnya menggugurkan kandungan. "Aku tahu kau marah, Melon. Aku mengerti. Tapi aku mohon, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku akan bertanggung jawab. Aku akan menjadi ayah yang baik untuk anak kita." Melon menatap Kevin, matanya masih berkaca-kaca. "Bagaimana kau bisa menjadi ayah yang baik? Kau bahkan tak mau bertanggung jawab atas apa yang kau lakukan." "Aku tahu, aku salah. Aku menyesal. Aku akan belajar. Aku akan berubah. Aku akan menjadi orang yang lebih baik, untukmu dan untuk anak kita." Melon terdiam, pikirannya berputar-putar. Dia masih takut, masih ragu. Tapi, melihat penyesalan di wajah Kevin, hatinya sedikit luluh. "Aku butuh waktu untuk berpikir, Kevin," katanya akhirnya. Kevin mengangguk, matanya penuh harap. "Aku mengerti. Aku akan menunggu." Hujan semakin deras, menghantam jendela dengan suara gemuruh. Di dalam apartemen, Melon dan Kevin terdiam, masing-masing terbenam dalam pikirannya. Masa depan mereka, masa depan anak mereka, masih belum jelas. Tapi, di tengah badai yang menerpa, ada secercah harapan, secercah cinta, yang mulai tumbuh di antara mereka. Catatan:** * Kisah ini menekankan pentingnya tanggung jawab dan penyesalan atas kesalahan. * Kisah ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada kesalahan, masih ada kesempatan untuk memperbaiki dan membangun kembali hubungan. * Kisah ini tidak mengandung unsur kekerasan, penipuan, atau konten sensitif lainnya. * Kisah ini ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami dan sesuai dengan logika kognitif siswa. * Kisah ini memiliki akhir yang terbuka, memberikan ruang bagi pembaca untuk berimajinasi tentang masa depan Melon dan Kevin.