Pemikiran Sinkronik dan Diakronik dalam Studi Sejarah** **
** Studi sejarah memerlukan pendekatan khusus dalam memahami peristiwa masa lalu. Menurut Kuntowijoyo, sejarah dapat diartikan sebagai kisah atau narasi yang menceritakan kehidupan manusia di masa lampau. Dalam konteks ini, cara berpikir sinkronik dan diakronik menjadi sangat penting. Cara berpikir sinkronik dalam sejarah berfokus pada analisis peristiwa dalam konteks waktu tertentu tanpa memperhatikan urutan kronologis. Misalnya, ketika mempelajari peristiwa Malari pada tahun 1965, sejarawan menggunakan pendekatan sinkronik untuk memahami berbagai faktor yang mempengaruhi peristiwa tersebut, seperti kondisi politik, ekonomi, dan sosial pada masa itu. Dengan demikian, peristiwa Malari dapat dilihat sebagai bagian dari dinamika yang lebih luas pada periode tersebut. Sebaliknya, cara berpikir diakronik menekankan pada urutan kronologis dan perkembangan suatu peristiwa sepanjang waktu. Ini membantu mengidentifikasi sebab dan akibat serta menunjukkan bagaimana suatu peristiwa berkembang dari waktu ke waktu. Misalnya, dalam mempelajari sejarah kepemimpinan presiden Indonesia, pendekatan diakronik memungkinkan kita untuk melihat bagaimana setiap presiden mempengaruhi jalannya pemerintahan dan bagaimana kebijakan mereka berdampak pada masyarakat. Pemahaman tentang kedua cara berpikir ini sangat penting dalam studi sejarah karena membantu menggali lebih dalam tentang peristiwa masa lalu dan memahami kompleksitasnya. Dengan menggunakan kedua pendekatan ini, sejarawan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan komprehensif tentang peristiwa sejarah, seperti peristiwa Malari atau perubahan kepemimpinan presiden Indonesia. Dalam kesimpulannya, pemikiran sinkronik dan diakronik memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi dalam studi sejarah. Keduanya membantu mengungkapkan kisah masa lalu dengan cara yang lebih terstruktur dan mendalam, sehingga kita dapat memahami sejarah dengan lebih baik.