Menerima Pelangi dalam Hidupku **
** Matahari sore menerobos jendela kamar, menerangi wajah putriku yang sedang asyik membaca buku. Senyumnya, yang selalu membuat hatiku hangat, terukir di wajahnya. Namun, hari ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada keraguan, ada ketakutan yang tersirat di balik senyumnya. "Ada apa, sayang?" tanyaku, hatiku sedikit berdebar. "Mama, aku... aku punya sesuatu yang ingin kukatakan," jawabnya, suaranya gemetar. Saat itu, aku tahu. Aku tahu apa yang akan dia katakan. Aku sudah merasakannya, melihatnya dalam tatapannya, dalam caranya berbisik di telepon dengan seorang gadis. "Aku... aku seorang lesbian, Mama," katanya, matanya berkaca-kaca. Dunia seketika berhenti berputar. Rasa takut, kebingungan, dan pertanyaan berputar-putar di kepalaku. Tapi, melihat air mata putriku, aku tahu satu hal: aku harus kuat. Aku harus menjadi tempat berlindungnya, bukan sumber ketakutannya. "Sayang, aku mencintaimu. Apapun dirimu, aku akan selalu mencintaimu," kataku, memeluknya erat. Menerima kenyataan bahwa putriku adalah seorang lesbian bukanlah hal yang mudah. Ada banyak pertanyaan, banyak ketakutan yang muncul. Tapi, aku belajar bahwa cinta tidak mengenal batas, tidak mengenal gender. Aku belajar bahwa menerima anakku apa adanya adalah bentuk cinta yang paling tulus. Aku belajar bahwa kebahagiaan putriku adalah prioritasku. Hari ini, aku melihat pelangi dalam hidupku. Pelangi yang indah, yang penuh warna, yang membawa kebahagiaan dan cinta. Aku bangga menjadi ibunya, dan aku akan selalu mendukungnya, apa pun pilihannya.