Bagaimana Kewajiban Membentuk Manusia: Perspektif Driyarkara
Manusia adalah makhluk yang unik, selalu berada dalam proses pembentukan diri yang tak pernah selesai. Salah satu pemikir Indonesia yang membahas hal ini secara mendalam adalah Nicolaus Driyarkara, seorang filsuf dan rohaniwan Katolik. Driyarkara melihat kewajiban sebagai elemen kunci dalam proses pembentukan manusia, sebuah pandangan yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Bagaimana sebenarnya kewajiban membentuk manusia menurut perspektif Driyarkara? Mari kita jelajahi pemikiran mendalam ini dan implikasinya bagi kehidupan kita sehari-hari.
Konsep Manusia Menurut Driyarkara
Dalam pandangan Driyarkara, manusia bukanlah entitas yang statis. Ia melihat manusia sebagai makhluk yang terus-menerus "menjadi", sebuah proses yang tak pernah berhenti. Kewajiban, dalam konteks ini, menjadi salah satu faktor pembentuk utama. Driyarkara menekankan bahwa manusia tidak hanya "ada", tetapi juga "mengada". Artinya, manusia secara aktif terlibat dalam proses pembentukan dirinya sendiri. Kewajiban, menurut Driyarkara, menjadi salah satu sarana utama dalam proses "mengada" ini. Melalui pemenuhan kewajiban, manusia tidak hanya membentuk dunia di sekitarnya, tetapi juga membentuk dirinya sendiri.
Kewajiban sebagai Pembentuk Karakter
Driyarkara melihat kewajiban bukan sebagai beban, melainkan sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Dalam perspektifnya, setiap kewajiban yang dijalankan dengan sungguh-sungguh akan membentuk karakter seseorang. Misalnya, kewajiban untuk belajar tidak hanya menghasilkan pengetahuan, tetapi juga membentuk disiplin dan ketekunan. Kewajiban untuk bekerja tidak hanya menghasilkan materi, tetapi juga membentuk tanggung jawab dan integritas. Dengan demikian, kewajiban menjadi semacam "bengkel" tempat karakter manusia ditempa dan dibentuk.
Kewajiban dan Kebebasan: Dua Sisi Mata Uang
Salah satu aspek menarik dari pemikiran Driyarkara adalah pandangannya tentang hubungan antara kewajiban dan kebebasan. Bagi banyak orang, kewajiban sering dilihat sebagai lawan dari kebebasan. Namun, Driyarkara melihatnya secara berbeda. Ia berpendapat bahwa kewajiban dan kebebasan sebenarnya adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Kewajiban, menurutnya, justru memberi struktur dan arah pada kebebasan. Tanpa kewajiban, kebebasan bisa menjadi liar dan destruktif. Sebaliknya, dengan menjalankan kewajiban, manusia sebenarnya sedang mewujudkan kebebasannya secara bertanggung jawab.
Kewajiban dalam Konteks Sosial
Driyarkara juga menekankan pentingnya kewajiban dalam konteks sosial. Manusia, menurutnya, adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari interaksi dengan orang lain. Dalam interaksi ini, kewajiban memainkan peran penting. Kewajiban terhadap keluarga, masyarakat, dan negara tidak hanya membentuk individu, tetapi juga membentuk tatanan sosial yang lebih luas. Melalui pemenuhan kewajiban sosial, manusia belajar untuk hidup bersama, berempati, dan berkontribusi pada kesejahteraan bersama.
Kewajiban dan Spiritualitas
Sebagai seorang rohaniwan, Driyarkara juga melihat dimensi spiritual dalam kewajiban. Ia berpendapat bahwa kewajiban bukan hanya masalah duniawi, tetapi juga memiliki aspek transendental. Kewajiban, menurutnya, adalah cara manusia untuk menghubungkan diri dengan yang Ilahi. Melalui pemenuhan kewajiban dengan tulus dan penuh dedikasi, manusia sebenarnya sedang menjalankan ibadah dalam arti yang luas. Ini memberi dimensi baru pada kewajiban, menjadikannya bukan sekadar rutinitas, tetapi juga perjalanan spiritual.
Tantangan Menjalankan Kewajiban di Era Modern
Meskipun pemikiran Driyarkara tentang kewajiban sangat mendalam dan inspiratif, menerapkannya dalam kehidupan modern bukanlah hal yang mudah. Di era yang serba cepat dan penuh distraksi ini, banyak orang merasa kewalahan dengan berbagai kewajiban yang harus dijalankan. Namun, justru di sinilah relevansi pemikiran Driyarkara menjadi semakin penting. Ia mengingatkan kita bahwa kewajiban bukanlah beban, melainkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Dengan melihat kewajiban dari perspektif ini, kita bisa menjalaninya dengan lebih ringan dan bermakna.
Pemikiran Driyarkara tentang bagaimana kewajiban membentuk manusia memberikan perspektif yang mencerahkan dan relevan hingga saat ini. Ia mengajak kita untuk melihat kewajiban bukan sebagai beban, melainkan sebagai sarana pembentukan diri yang berharga. Melalui pemenuhan kewajiban, kita tidak hanya berkontribusi pada dunia di sekitar kita, tetapi juga membentuk diri kita menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Di tengah kompleksitas kehidupan modern, pemikiran Driyarkara ini bisa menjadi kompas yang mengarahkan kita pada kehidupan yang lebih bermakna dan berdampak positif.