Sekolah Darurat **
Matahari sore menyinari bingkai foto pernikahan yang terpajang di dinding kamar Rian. Ia menatap wajah ibunya yang tersenyum lembut, lalu beralih ke wajah ayahnya yang tampak gagah. Sebuah kenangan pahit tiba-tiba menyeruak dalam benaknya. "Rian, kamu tahu siapa Zeo?" tanya Sairan, sahabat Rian yang sedang duduk di sampingnya. Rian menggeleng, matanya masih tertuju pada foto tersebut. "Dia adik tiriku," jawabnya lirih. Sairan tercengang. "Adik tiri? Tapi kenapa kamu baru tahu sekarang?" Rian menghela napas. "Ayahku tidak pernah menceritakannya. Dia selalu menyembunyikan Zeo dariku. Aku baru tahu setelah Zeo datang ke sekolah dan bersikap sombong kepadaku." "Dia memang sombong dan iri padamu," timpal Kairas, sahabat Rian lainnya. "Dia selalu membanggakan dirinya sebagai anak kesayangan ayahmu." Rian mengepalkan tangannya. Amarah membara dalam dadanya. Ia tidak terima Zeo, yang baru muncul dalam hidupnya, bersikap seolah-olah memiliki hak atas segalanya. "Aku tidak akan membiarkannya," gumam Rian. Keesokan harinya, Rian bertemu Zeo di koridor sekolah. Zeo, dengan nada mengejek, menanyakan tentang keberadaan ibunya. Rian, yang sudah tidak sabar lagi, langsung melayangkan pukulan ke wajah Zeo. "Kau tidak berhak bertanya tentang ibuku!" teriak Rian. Zeo terhuyung ke belakang, memegangi wajahnya yang terasa panas. Ia berteriak memanggil nama Rian dengan penuh amarah. "Kau akan menyesal!" Rian tidak peduli. Ia terus menghajar Zeo hingga Zeo terkapar tak sadarkan diri. "Rian, hentikan!" teriak Sairan dan Kairas. Liam, sahabat Rian yang pendiam, hanya bisa menatap dengan pandangan khawatir. Rian terdiam, menyadari apa yang telah dilakukannya. Ia melihat Zeo tergeletak di lantai, tangan dan kakinya patah. Rasa takut dan penyesalan mulai menggerogoti hatinya. "Aku... aku tidak bermaksud..." "Rian, kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu," kata Sairan. Rian dibawa ke kantor polisi. Ia dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa ia harus menghadapi hukuman atas perbuatannya. Di tengah keputusasaan, Rian bertemu dengan ayahnya di ruang tahanan. Ayahnya, yang selama ini menghindarinya, tiba-tiba muncul dan menawarkan bantuan. "Rian, aku akan meringankan hukumanmu. Tapi kau harus berjanji padaku, kau tidak akan melakukan hal yang sama lagi." Rian menatap ayahnya dengan penuh amarah. "Kau tidak berhak meminta janji dariku! Kau yang telah menghancurkan hidupku dan ibuku!" Ayahnya terdiam, wajahnya tampak penuh penyesalan. Ia menyesal telah membuang Rian saat masih berusia satu tahun dan menceraikan ibunya karena kemiskinan. Ia juga menyesal telah selingkuh dengan ibu Zeo. Rian meninggalkan ruang tahanan dengan hati yang hancur. Ia sedih karena harus meninggalkan sekolah dan teman-temannya. Ia juga sedih karena ayahnya tidak pernah benar-benar mencintainya. Rian menyadari bahwa hidup ini tidak selalu adil. Ia harus belajar untuk menerima kenyataan pahit dan terus melangkah maju. Ending:** Rian pindah sekolah. Ia meninggalkan teman-temannya, Sairan, Kairas, dan Liam, yang sangat sedih melihat kepergiannya. Rian berharap suatu hari nanti ia bisa melupakan masa lalunya yang pahit dan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.