Etika atau Akhlak: Sifat yang Tertanam dalam Jiw
Etika atau akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menghasilkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Pendapat ini disampaikan oleh beberapa tokoh, seperti Ibnu Maskawaih, Prof. Dr. Hamka, dan Al Ghazali. Dalam konteks ini, etika atau akhlak memiliki beberapa ciri, kecuali: 1. Sebagai ekspresi sifat dasar seseorang yang konstan dan tetap. 2. Selalu dibiasakan dan diekspresikan berulang-ulang. 3. Dilakukan tanpa disertai pertimbangan pikiran terlebih dahulu. 4. Merupakan keyakinan seseorang dalam menempuh keinginan sesuatu sehingga pelaksanaannya tidak ragu-ragu. 5. Mengikuti warisan dari perbuatan baik orang tua. Apabila terjadi pengingkaran terhadap etika atau akhlak, ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengembalikannya, yaitu: 1. Metode Takholli, yakni mengkosongkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan maksiat lahir dan batin. 2. Metode Tahalli, yakni mengisi diri dengan sifat-sifat mahmudah (terpuji) secara lahir dan batin. 3. Metode Tajalli, yakni merasa akan keagungan Tuhan. Dasar hukum tentang Puskesmas diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009, UU No. 44 Tahun 2009, dan Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 75 Tahun 2014. Pasal 101 UU No. 36 Tahun 2009 memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Ketentuan mengenai hal tersebut diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan R.I., Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Gubernur. Dalam menjalankan etika atau akhlak, penting untuk memahami sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa dan mengembangkannya melalui metode yang telah disebutkan. Selain itu, pemahaman terhadap dasar hukum yang mengatur suatu bidang juga penting untuk memastikan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.