Gubuk Tua: Mengenal Sejarah dan Perjuangan Kakek
Pagi ini, aku dan Soni memiliki janji untuk pergi ke hutan. Kami mendapatkan tugas kelompok dari dosen kami di kampus, yaitu mengobservasi hewan-hewan yang ada di hutan. Kami memasuki hutan dengan pepohonan yang rindang dan besar. Kicauan burung membuat suasana terasa gembira. Kami melanjutkan perjalanan menyusuri hutan yang masih terjaga keasriannya. Pemandangan yang indah dan berbagai jenis binatang yang berlalu-lalang di depan mata kami. Kami mencatat berbagai spesies yang kami temui dalam catatan kami. Ternyata praduga kami salah. Di tengah hutan, kami bertemu dengan seorang kakek yang sedang mencari kayu-kayu kering. Kami menghampirinya dan meminta izin untuk berbicara. Kakek tersebut menjawab dengan ramah dan mengatakan bahwa ia sedang mencari kayu untuk dijual ke pasar. Kami menceritakan bahwa kami dari kota dan sedang melakukan tugas kuliah mengobservasi hewan-hewan di hutan. Kakek tersebut mengajak kami untuk mampir ke gubuknya yang berada di tepi hutan. Kami mengikuti kakek tua itu ke gubuknya. Gubuk itu terlihat tua dan lapuk, tak layak untuk ditempati. Di luar gubuk, terdapat kursi bambu yang sudah lapuk. Kami diminta masuk ke dalam gubuk. Di dalam gubuk, terdapat bambu runcing yang sudah digerogoti rayap, seperti sisa-sisa zaman dulu. Di dinding gubuk, terpampang foto kakek itu bersama dengan presiden RI pertama, Ir. Soekarno. Kami pun bertanya mengenai peninggalan perang dan foto tersebut kepada kakek. Kakek menjawab dengan singkat bahwa semua itu adalah sisa-sisa yang ia gunakan saat ia masih berperang melawan penjajah. Kakek tersebut mengungkapkan bahwa ia juga seorang pejuang, tetapi ia merasa terkucilkan dan tidak diperhatikan oleh pemerintah. Kami pun meminta kakek untuk menceritakan pengalaman perjuangannya. Meski terdengar terpotong-potong, kakek dengan penuh semangat menceritakan perjuangan yang ia lakukan untuk kemerdekaan.