Kerusuhan Situbondo 1996: Sebuah Studi Kasus Multikulturalisme di Indonesi
Kerusuhan anti-Kristen dan anti-orang Tionghoa di Situbondo, Jawa Timur pada Oktober 1996, merupakan contoh nyata bagaimana kegagalan penerapan prinsip multikulturalisme dapat memicu konflik. Menggunakan pendekatan Bikhu Parekh, kerusuhan ini menunjukkan ketidakmampuan masyarakat untuk mencapai "kesepakatan" yang didasari rasa persatuan di tengah perbedaan agama dan etnis. Ketidakpuasan atas hukuman yang dijatuhkan kepada Saleh, yang dibumbui oleh kesalahpahaman dan penyebaran informasi yang tidak akurat (Saleh disembunyikan di gereja), memicu reaksi massa yang destruktif. Analisis multikultural menunjukkan beberapa faktor kunci. Pertama, kurangnya dialog dan pemahaman antar kelompok. Ketidakpercayaan dan prasangka antara kelompok Muslim dan Kristen, serta antara penduduk pribumi dan etnis Tionghoa, menciptakan lingkungan yang mudah terbakar. Kedua, kelemahan penegakan hukum dan respon pemerintah yang lambat. Ketidakpuasan atas putusan pengadilan, dikombinasikan dengan kurangnya tindakan pencegahan dan penindakan yang tegas dari pihak berwenang, memperburuk situasi. Ketiga, manipulasi politik yang diduga terjadi, menunjukkan bagaimana perbedaan dapat dieksploitasi untuk mencapai tujuan tertentu. Kesimpulannya, kerusuhan Situbondo 1996 menggarisbawahi pentingnya multikulturalisme yang sejati. Bukan hanya sekadar toleransi pasif, tetapi membutuhkan dialog aktif, pemahaman yang mendalam antar budaya dan agama, serta penegakan hukum yang adil dan transparan. Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana prasangka, kesalahpahaman, dan manipulasi politik dapat merusak tatanan sosial, dan betapa krusialnya membangun masyarakat yang benar-benar menghargai dan merayakan keberagamannya. Kejadian ini menyadarkan kita akan pentingnya pendidikan multikultural sejak dini untuk mencegah terulangnya tragedi serupa dan membangun Indonesia yang lebih damai dan harmonis. Kehilangan nyawa dan kerusakan harta benda yang terjadi merupakan pengingat pahit betapa rapuhnya perdamaian jika prinsip-prinsip multikulturalisme tidak diimplementasikan secara efektif dan konsisten.