Tantangan Pengawasan Konten Digital di Era Digital: Peran KPI dan Perlunya Kolaborasi
Perkembangan teknologi digital telah menciptakan lanskap media yang kompleks dan dinamis. Munculnya berbagai platform digital, termasuk media sosial dan internet, menghadirkan tantangan baru dalam pengawasan konten, khususnya konten negatif seperti judi online yang semakin meresahkan. Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menegaskan bahwa berdasarkan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002, kewenangan KPI terbatas pada lembaga penyiaran televisi dan radio terestrial. Artinya, KPI belum memiliki wewenang langsung untuk mengawasi konten digital yang tersebar luas di internet. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, mengingat dampak negatif konten digital, terutama judi online, terhadap generasi muda. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Ahmad Heryawan, menyoroti angka yang mengkhawatirkan: sekitar 200.000 anak usia 15-20 tahun terlibat judi online. Bahkan, kasus ekstrem menunjukkan anak usia 12-15 tahun yang menghabiskan miliaran rupiah untuk judi online dan mengancam keluarganya. Situasi ini menekankan urgensi pengawasan konten digital yang efektif. Meskipun KPI memiliki keterbatasan wewenang, pernyataan Ubaidillah membuka peluang untuk kolaborasi. KPI dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat (awareness) akan bahaya judi online melalui kerja sama dengan lembaga penyiaran. Langkah ini penting untuk membangun pemahaman publik dan mendorong upaya pencegahan. Namun, pengawasan konten digital yang komprehensif membutuhkan sinergi antar lembaga, termasuk pemerintah, penyedia platform digital, dan masyarakat sipil. Dibutuhkan regulasi yang lebih komprehensif dan mekanisme pengawasan yang efektif untuk melindungi generasi muda dari dampak negatif konten digital. Tantangan ini membutuhkan solusi inovatif dan kolaboratif untuk menciptakan ruang digital yang aman dan positif bagi semua. Harapannya, upaya bersama ini dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan melindungi masa depan bangsa.