Sekolah Liar Ki Hajar Dewantara: Mengapa Belanda Menganggapnya Demikian?
Pada awal abad ke-20, Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah-sekolah yang dikenal sebagai "sekolah liar" di Hindia Belanda. Meskipun tujuan utama pendirian sekolah ini adalah untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak pribumi, Belanda melabelinya sebagai "sekolah liar" dengan maksud merendahkan dan meremehkan upaya Dewantara. Salah satu alasan mengapa Belanda menganggap sekolah-sekolah ini sebagai "sekolah liar" adalah karena mereka tidak mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dewantara percaya bahwa pendidikan harus mencerminkan budaya dan kebutuhan lokal, dan bukan hanya mengikuti model pendidikan yang diimpor dari Belanda. Oleh karena itu, sekolah-sekolah ini mengajarkan bahasa, budaya, dan nilai-nilai lokal, yang bertentangan dengan pendekatan Belanda yang lebih mengutamakan asimilasi dengan budaya Belanda. Selain itu, sekolah-sekolah ini juga memberikan pendidikan yang lebih inklusif dan terjangkau bagi anak-anak pribumi. Sebelumnya, pendidikan hanya tersedia bagi anak-anak Belanda atau anak-anak pribumi yang mampu membayar biaya pendidikan yang tinggi. Dengan mendirikan sekolah-sekolah ini, Dewantara berusaha untuk memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua anak-anak, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi mereka. Namun, Belanda melihat pendirian sekolah-sekolah ini sebagai ancaman terhadap kekuasaan dan kontrol mereka atas pendidikan di Hindia Belanda. Mereka khawatir bahwa pendidikan yang diajarkan di sekolah-sekolah ini akan memperkuat identitas nasional dan kesadaran politik di kalangan anak-anak pribumi, yang pada gilirannya dapat mengancam dominasi Belanda. Dalam upaya untuk menghancurkan sekolah-sekolah ini, Belanda menggunakan berbagai taktik. Mereka mencoba untuk mengisolasi sekolah-sekolah ini dari masyarakat, dengan melarang anak-anak pribumi untuk bersekolah di sana. Mereka juga mencoba untuk menghancurkan reputasi Dewantara dengan menyebarkan propaganda negatif tentang sekolah-sekolah ini. Namun, upaya Belanda untuk menghancurkan sekolah-sekolah ini tidak berhasil sepenuhnya. Meskipun menghadapi tekanan dan penindasan, sekolah-sekolah ini terus beroperasi dan memberikan pendidikan kepada anak-anak pribumi. Bahkan setelah kemerdekaan Indonesia, sekolah-sekolah ini tetap menjadi bagian penting dari sistem pendidikan nasional. Dalam retrospeksi, sekolah-sekolah "liar" Ki Hajar Dewantara adalah simbol perlawanan terhadap penindasan kolonial dan upaya untuk memberikan pendidikan yang inklusif dan relevan bagi anak-anak pribumi. Meskipun Belanda mencoba untuk merendahkan dan meremehkan upaya Dewantara, sekolah-sekolah ini tetap menjadi bagian penting dari sejarah pendidikan Indonesia dan warisan perjuangan untuk keadilan dan kesetaraan dalam pendidikan.