Menelisik Hukum Menerima Titipan dalam Islam: Sebuah Analisis Kasus Bu Surti **
Dalam cerita yang dipaparkan, Bu Surti menerima titipan sepeda motor dari Bu Yudi selama satu minggu. Bu Yudi memilih Bu Surti karena mempercayai kemampuannya menjaga amanah, dan Bu Surti pun bersedia menerima titipan tersebut dengan syarat tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang mungkin terjadi. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah hukum Bu Surti menerima titipan tersebut? Untuk menjawabnya, kita perlu memahami hukum Islam terkait menerima titipan. Dalam Islam, menerima titipan merupakan perbuatan yang dianjurkan, bahkan terkadang menjadi kewajiban. Hal ini dikarenakan titipan merupakan amanah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Namun, dalam kasus Bu Surti, terdapat beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan: * Kepercayaan: Bu Yudi menitipkan sepeda motor kepada Bu Surti karena mempercayai kemampuannya menjaga amanah. Hal ini menunjukkan bahwa Bu Surti memiliki reputasi baik di mata Bu Yudi. * Keikhlasan: Bu Surti bersedia menerima titipan tanpa mengharapkan imbalan, bahkan bersedia menanggung risiko kerusakan tanpa meminta ganti rugi. Hal ini menunjukkan keikhlasan Bu Surti dalam membantu Bu Yudi. * Kesepakatan: Terdapat kesepakatan antara Bu Yudi dan Bu Surti bahwa Bu Surti tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang mungkin terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya telah sepakat atas risiko yang mungkin terjadi. Berdasarkan poin-poin tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum Bu Surti menerima titipan sepeda motor dari Bu Yudi adalah mubah (boleh). Hal ini dikarenakan Bu Surti menerima titipan dengan ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan, dan telah sepakat dengan risiko yang mungkin terjadi. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa menerima titipan tetap memiliki tanggung jawab moral. Bu Surti tetap berkewajiban untuk menjaga sepeda motor tersebut dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Kesimpulan: Dalam kasus Bu Surti, menerima titipan sepeda motor dari Bu Yudi merupakan perbuatan yang mubah** (boleh) karena dilakukan dengan ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan, dan telah disepakati bersama. Meskipun demikian, Bu Surti tetap memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga amanah tersebut dengan sebaik-baiknya.