Konsep 'Orang Asing' dalam Sastra Indonesia: Sebuah Tinjauan

(207 votes)

Konsep 'orang asing' telah lama menjadi tema yang menarik dalam khazanah sastra dunia, tak terkecuali sastra Indonesia. Kehadiran orang asing, baik secara fisik maupun metaforis, kerap kali memicu pertanyaan tentang identitas, budaya, dan relasi kuasa. Dalam sastra Indonesia, 'orang asing' tidak hanya merujuk pada individu dari bangsa lain, tetapi juga mereka yang dianggap berbeda, terpinggirkan, atau asing di tengah masyarakatnya sendiri. #### Representasi 'Orang Asing' dalam Karya Sastra Indonesia Sastra Indonesia kaya akan representasi 'orang asing' yang beragam. Dalam novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" karya Hamka, Hayati mengalami keterasingan karena perbedaan budaya dan norma sosial yang mengunggungkan garis keturunan. Ia terjebak dalam dilema antara cinta dan tradisi, yang pada akhirnya mengantarkannya pada tragedi. Sementara itu, novel "Pulang" karya Leila S. Chudori menggambarkan sosok Dimas yang kembali ke Indonesia setelah lama hidup di pengasingan. Ia merasa asing di tanah kelahirannya sendiri, dihantui masa lalu dan dihadapkan pada kenyataan pahit tentang sejarah keluarganya. #### 'Orang Asing' sebagai Simbol Pergolakan Identitas Kehadiran 'orang asing' dalam sastra Indonesia seringkali menjadi cerminan pergolakan identitas, baik individual maupun kolektif. Tokoh-tokoh 'orang asing' merepresentasikan kebingungan, kegamangan, dan pencarian jati diri di tengah arus perubahan sosial dan budaya. Dalam novel "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer, Minke, seorang pribumi terpelajar, merasa asing di negerinya sendiri karena sistem kolonial yang diskriminatif. Ia mempertanyakan identitasnya sebagai seorang pribumi dan haknya untuk mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang setara. #### 'Orang Asing' dan Dinamika Relasi Kuasa Konsep 'orang asing' juga erat kaitannya dengan dinamika relasi kuasa. Kehadiran 'orang asing' seringkali memicu ketegangan, konflik, dan perebutan kekuasaan. Dalam novel "Gadis Pantai" karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh Gadis Pantai dipaksa menjadi 'orang asing' di lingkungannya sendiri setelah dinikahi secara paksa oleh seorang Bendoro. Ia mengalami penindasan dan eksploitasi, menjadi simbol ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang terjadi pada masa kolonial. #### 'Orang Asing' sebagai Katalis Perubahan Sosial Meskipun seringkali digambarkan sebagai sosok yang terpinggirkan, 'orang asing' dalam sastra Indonesia juga dapat menjadi katalis perubahan sosial. Kehadiran mereka memicu pertanyaan, kritik, dan perlawanan terhadap tatanan sosial yang ada. Dalam novel "Ronggeng Dukuh Paruk" karya Ahmad Tohari, Srintil, seorang ronggeng, dianggap sebagai 'orang asing' karena profesinya yang dianggap tabu. Namun, ia juga menjadi simbol perlawanan terhadap kemunafikan dan moralitas ganda yang mencengkeram masyarakat. Kehadiran 'orang asing' dalam sastra Indonesia memberikan perspektif yang kaya dan kompleks tentang isu-isu sosial, budaya, dan politik. Melalui representasi 'orang asing', sastrawan Indonesia mengajak pembaca untuk merenungkan makna identitas, relasi kuasa, dan perubahan sosial dalam konteks yang lebih luas.