Perkembangan Seni dan Kebudayaan Manusia Purba di Indonesi
Pada masa manusia purba tinggal di gua-gua, mereka mulai mengenal tradisi melukis di dinding-dinding gua atau dinding forang. Lukisan-lukisan ini menggambarkan pengalaman, perjuangan, harapan hidup, dan kepercayaan mereka yang bergantung pada alam. Selain melukis, mereka juga mengembangkan alat-alat untuk bertahan hidup. Salah satu penemuan penting pada masa itu adalah api. Penemuan api sangat penting dalam kehidupan gua, seperti menghangatkan tubuh, mengusir binatang buas, dan memasak makanan. Penemuan api juga terkait dengan perkembangan otak manusia purba yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan. Di tahap akhir masa ini, manusia purba mulai mengenal cara bercocok tanam yang sederhana. Mereka membakar hutan untuk membersihkan lahan pertanian dan menanam umbi-umbian seperti keladi. Ini merupakan langkah awal dalam perkembangan pertanian. Pada masa ini juga berkembang tiga tradisi pembuatan alat di Indonesia, yaitu tradisi serpih-bilah, alat tulang, dan kapak genggam sumatra. Tradisi pembuatan alat ini dipengaruhi oleh kebudayaan Bacson dan Hoa Binh dari Vietnam bagian utara. Tradisi serpih-bilah terutama berlangsung di gua-gua Sulawesi Selatan dan pulau-pulau Nusa Tenggara Timur. Di Jawa, serpih-bilah tidak begitu penting dalam konteks tradisi tulang. Alat tulang banyak ditemukan di Jawa Timur, seperti di Gua Lawa dekat Sampung. Di sana juga ditemukan alat-alat tulang, mata panah batu, hematit, lesung batu, dan perhiasan dari kulit kerang. Sedangkan kapak genggam sumatra berasal dari Asia Tenggara. Perkembangan seni dan kebudayaan manusia purba di Indonesia mencerminkan kehidupan mereka yang bergantung pada alam dan kebutuhan untuk bertahan hidup. Melalui lukisan, alat-alat, dan penemuan-penemuan mereka, kita dapat memahami bagaimana manusia purba beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan kebudayaan mereka.