Menerapkan Keterampilan Sosial-Emosional: Perjalanan Bu Umbi Menuju Guru yang Lebih Empati **
Bu Umbi, seorang guru SD kelas 6, merasakan keprihatinan mendalam melihat berita tentang tawuran dan stres anak-anak. Ia menyadari bahwa pembelajaran di sekolah tidak hanya tentang akademik, tetapi juga tentang pengembangan keterampilan sosial-emosional. Tergerak oleh keinginan untuk membantu anak didiknya, Bu Umbi memulai perjalanan belajar tentang keterampilan sosial-emosional. Ia membaca buku, menonton video di Platform Merdeka Mengajar, dan menemukan bahwa pembelajaran ini bukan hanya tugas guru, tetapi juga melibatkan semua pihak di sekolah dan kehidupan anak. Bu Umbi memahami bahwa untuk mengajarkan keterampilan sosial-emosional, ia harus terlebih dahulu menguasainya sendiri. Ia mulai menerapkan teknik-teknik sederhana seperti STOP untuk mengelola emosi, seperti rasa kecewa atau marah. Ia juga meluangkan waktu untuk bernapas, mengambil jeda, dan memilih kata-kata dengan bijak saat merespon orang lain. Perjalanan Bu Umbi menunjukkan bahwa mengintegrasikan keterampilan sosial-emosional dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan komitmen dan latihan. Ia menyadari bahwa menjadi guru yang empati dan memahami emosi anak didiknya adalah proses yang berkelanjutan. Wawasan:** Kisah Bu Umbi menginspirasi kita untuk menyadari pentingnya pengembangan keterampilan sosial-emosional, tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk para pendidik. Dengan memahami dan mengelola emosi sendiri, kita dapat menjadi contoh yang baik bagi anak didik kita dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif dan suportif.