Laut Biru, Hati yang Damai **
** Mentari pagi menyapa Desa Segara dengan hangat. Embun pagi menempel di dedaunan, dan aroma laut asin tercium lembut di udara. Di tepi pantai, Pak Surya, seorang nelayan tua, duduk di atas batu karang, matanya menatap lautan biru yang luas. Di dekatnya, anak-anak desa berkumpul, wajah mereka penuh rasa ingin tahu. "Anak-anak," Pak Surya memulai, suaranya lembut, "Kalian tahu, laut ini adalah sumber kehidupan kita. Ikan yang kita makan, air yang kita minum, semuanya berasal dari laut." Anak-anak mengangguk, mata mereka berbinar. "Tapi," Pak Surya melanjutkan, "Laut kita sedang sakit. Sampah plastik, limbah pabrik, dan minyak tumpah mencemari airnya. Ikan-ikan pun sulit untuk ditemukan, dan terumbu karang yang indah mulai rusak." Wajah anak-anak berubah muram. Mereka belum pernah berpikir tentang hal itu sebelumnya. "Kita harus menjaga laut kita," Pak Surya berkata dengan tegas. "Kita harus mengurangi sampah plastik, membersihkan pantai, dan tidak membuang limbah ke laut." Seorang anak kecil, bernama Maya, mengangkat tangannya. "Pak Surya, bagaimana caranya kita membersihkan laut?" Pak Surya tersenyum. "Kita bisa mulai dari hal-hal kecil, Maya. Jangan membuang sampah sembarangan, kumpulkan sampah plastik di pantai, dan ajarkan kepada teman-temanmu tentang pentingnya menjaga kebersihan laut." Anak-anak mengangguk penuh semangat. Mereka berjanji untuk menjaga laut mereka, untuk menjaga sumber kehidupan mereka. Seiring berjalannya waktu, Desa Segara berubah. Anak-anak menjadi agen perubahan, mengajak warga desa untuk peduli terhadap lingkungan. Pantai mereka kembali bersih, air laut kembali jernih, dan ikan-ikan kembali berenang bebas. Pak Surya tersenyum bangga melihat anak-anak desa yang telah tumbuh menjadi generasi yang peduli terhadap lingkungan. Ia tahu, bahwa laut biru yang damai akan terus menjadi warisan bagi generasi mendatang.