Transparansi dan Hak Asasi: Memahami Reaksi Publik terhadap Pemblokiran Platform Online
Pemblokiran platform online oleh pemerintah seringkali memicu reaksi negatif dari masyarakat, terutama jika kurangnya transparansi dan potensi pelanggaran hak asasi manusia terlihat jelas. Memahami reaksi ini dapat dilakukan melalui lensa Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura. Teori ini menjelaskan bagaimana perilaku, termasuk reaksi terhadap kebijakan pemerintah, dipelajari melalui observasi, imitasi, dan penguatan. Observasi: Warganet mengamati tindakan pemblokiran dan reaksi orang lain. Jika observasi menunjukkan pembenaran dan dukungan luas, reaksi negatif mungkin berkurang. Sebaliknya, jika observasi menunjukkan ketidakadilan atau pelanggaran hak, reaksi negatif akan meningkat. Kurangnya transparansi pemerintah memperkuat persepsi negatif ini. Imitasi: Protes online, seperti tagar #BlokirKominfo, menunjukkan imitasi perilaku protes yang dipelajari dari observasi perilaku orang lain. Keberhasilan protes sebelumnya, meskipun dalam konteks berbeda, dapat mendorong imitasi lebih lanjut. Penguatan: Reaksi pemerintah terhadap protes menentukan penguatan perilaku tersebut. Tanggapan defensif atau penjelasan yang tidak memuaskan memperkuat protes. Sebaliknya, transparansi dan penjelasan yang memadai dapat mengurangi reaksi negatif. Kegagalan pemerintah dalam menunjukkan model perilaku positif—transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan hak asasi—mengarah pada pembelajaran perilaku protes sebagai respons yang tepat terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil. Untuk memperbaiki situasi, pemerintah perlu: 1. Transparansi: Memberikan informasi yang jelas dan detail tentang alasan pemblokiran. 2. Model Perilaku Positif: Menunjukkan komitmen terhadap transparansi, akuntabilitas, dan hak asasi manusia. 3. Dialog Publik: Membuka ruang dialog dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan. Dengan menerapkan strategi komunikasi yang mempertimbangkan Teori Pembelajaran Sosial, pemerintah dapat membangun kepercayaan publik dan mengurangi konflik yang muncul dari kebijakan pemblokiran platform online. Keberhasilannya terletak pada komitmen nyata terhadap transparansi dan penghormatan hak asasi manusia, bukan hanya sekadar retorika. Hal ini akan menciptakan lingkungan online yang lebih sehat dan demokratis.