Api Unggun di Hutan Jiwa **
** Mentari sore mulai meredup, langit perlahan berganti warna menjadi jingga kemerahan. Di tengah rimbunnya hutan pinus, sekelompok anak muda berkumpul di sekitar api unggun. Asap mengepul ke udara, membawa aroma kayu bakar yang khas. Mereka bernyanyi, bercerita, dan tertawa bersama. Di antara mereka, ada seorang pemuda bernama Arya. Ia baru saja menyelesaikan pendidikannya dan bersiap untuk memasuki dunia kerja. Namun, di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, Arya merasa ada sesuatu yang hilang. Ia merasa terasing, tak terhubung dengan tanah airnya. Saat api unggun mulai meredup, seorang sesepuh desa mendekat. Ia menatap api dengan mata berbinar, lalu berkata, "Api unggun ini seperti jiwa bangsa kita. Ia menyala terang, menghangatkan, dan menerangi jalan. Begitu pula dengan sikap bela negara. Ia adalah api unggun di dalam jiwa kita, yang menyala untuk melindungi tanah air." Arya terdiam, merenungkan kata-kata sesepuh itu. Ia menyadari bahwa sikap bela negara bukan hanya tentang mengangkat senjata, tetapi juga tentang menjaga nilai-nilai luhur bangsa, seperti kejujuran, gotong royong, dan semangat pantang menyerah. Sejak saat itu, Arya mulai memahami makna bela negara yang sesungguhnya. Ia menyadari bahwa setiap tindakan, setiap kata, dan setiap sikapnya dapat menjadi bentuk bela negara. Ia bertekad untuk menjadi warga negara yang baik, yang selalu siap berjuang untuk tanah airnya, baik dalam hal kecil maupun besar. Api unggun di hutan pinus itu telah menjadi simbol bagi Arya. Ia mengingatkannya bahwa sikap bela negara adalah api unggun di dalam jiwa, yang harus terus menyala, menerangi jalan menuju masa depan yang lebih baik bagi bangsa.