**1. Bayangan di Perkebunan Teh** **2. Bungalow Terkutuk** **3. Bisikan dari Masa Lalu** **4. Hantu Perkebunan Teh** **5. Malam di Bungalow Tua** ##
Di Garasi "Oke, semuanya siap?" tanya Rian, sambil memeriksa tas ranselnya. "Siap!" jawab keempat temannya serempak. "Kita berangkat sekarang?" tanya Rara, matanya berbinar-binar. "Iya, kita berangkat sekarang," jawab Rian. "Jangan lupa bawa kamera, ya. Kita harus mengabadikan momen liburan kita di bungalow tua ini." Kami berlima, Rian, Rara, Dimas, Maya, dan aku, berencana untuk menghabiskan liburan singkat di sebuah bungalow tua di perkebunan teh. Bungalow itu terletak di desa terpencil, jauh dari hiruk pikuk kota. Kami sudah lama merencanakan liburan ini, dan akhirnya terwujud juga. "Gue harap di sana sinyalnya bagus," kata Dimas, sambil mengecek ponselnya. "Gue pengen update status di Instagram." "Jangan lupa foto-foto yang serem, ya," canda Maya. "Biar bisa di-upload di TikTok." Kami tertawa bersama. Suasana di garasi terasa hangat dan penuh semangat. Kami sudah tidak sabar untuk segera sampai di bungalow tua itu. Di Terminal Bus Kami tiba di terminal bus sekitar pukul 08.00 pagi. Udara pagi terasa sejuk dan segar. Kami langsung menuju loket untuk membeli tiket bus menuju desa tempat bungalow tua itu berada. "Bus ke desa itu berangkat jam 10.00," kata petugas loket. "Silakan tunggu di ruang tunggu." Kami duduk di ruang tunggu, sambil menikmati secangkir kopi hangat. Suasana di terminal bus terasa ramai dan penuh dengan hiruk pikuk. "Gue kok deg-degan ya," kata Rara, sambil memainkan ponselnya. "Gue takut di sana ada hantu." "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma mitos. Jangan takut, ya." "Tapi, bungalow itu kan tua banget," kata Maya. "Siapa tahu ada penunggu." "Ya udah, kalau takut, jangan tidur di kamar sendiri," canda Rian. "Tidur bareng gue aja." Kami tertawa lagi. Suasana di ruang tunggu terasa lebih tenang setelah kami bercanda. Di Ruangan Tua Perjalanan kami menuju desa memakan waktu sekitar tiga jam. Sepanjang perjalanan, kami menikmati pemandangan alam yang indah. Perkebunan teh yang hijau membentang luas, dihiasi dengan pepohonan rindang. "Wah, pemandangannya indah banget," kata Rara, sambil mengabadikan momen dengan kameranya. "Iya, kayak di film-film," sahut Dimas. Setibanya di desa, kami disambut oleh udara yang sejuk dan kabut tipis yang menyelimuti desa. Suasana terasa hening dan sunyi. "Desa ini sepi banget ya," kata Maya. "Kayaknya jarang ada orang yang lewat." "Iya, desa ini memang terpencil," jawab Rian. "Tapi, bungalownya pasti seru." Kami berjalan kaki menuju bungalow tua itu. Jalan setapak yang kami lalui dipenuhi dengan pepohonan rindang dan semak belukar. Suasana terasa semakin mencekam. "Gue kok merinding ya," kata Rara, sambil memegang erat lengan Dimas. "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami akhirnya sampai di bungalow tua itu. Bungalow itu terlihat tua dan usang. Cat dindingnya mengelupas, dan beberapa bagian kayu terlihat lapuk. "Wah, bungalownya serem banget," kata Maya. "Kayak di film horor." "Iya, tapi gue suka," jawab Rian. "Bungalow ini punya aura mistis yang kuat." Kami masuk ke dalam bungalow. Suasana di dalam bungalow terasa dingin dan lembap. Bau kayu lapuk dan tanah tercium menyengat. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lorong. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma perasaan lo aja." Kami berjalan menuju ruang tamu. Di ruang tamu, terdapat sebuah sofa tua dan meja kayu yang sudah lapuk. Di dinding, tergantung sebuah lukisan tua yang menggambarkan seorang wanita berpakaian putih. "Lukisan ini serem banget," kata Maya. "Kayak ngeliatin kita." "Iya, kayak ada tatapan tajam dari lukisan itu," sahut Rian. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di ruang tamu. Kami bercerita tentang pengalaman kami selama perjalanan, sambil menikmati minuman hangat yang kami bawa dari rumah. Malam di Bungalow Tua Malam tiba. Kabut tebal menyelimuti desa. Suasana terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah jendela. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma bayangan pohon di luar." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami memutuskan untuk bermain kartu di ruang tamu. Suasana di dalam bungalow terasa semakin dingin. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Maya, sambil menunjuk ke arah pintu. "Ah, masa sih?" jawab Rian. "Itu cuma angin." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Maya. "Gue takut." "Jangan takut, May," kata Rian. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata aku, sambil menunjuk ke arah langit-langit. "Ah, masa sih?" jawab Rara. "Itu cuma bayangan lampu." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata aku. "Gue takut." "Jangan takut, kita bareng-bareng," kata Dimas. "Kita kuat." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Dimas, sambil menunjuk ke arah cermin. "Ah, masa sih?" jawab Maya. "Itu cuma pantulan cahaya." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Dimas. "Gue takut." "Jangan takut, Dim," kata Rara. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rian, sambil menunjuk ke arah jam dinding. "Ah, masa sih?" jawab aku. "Itu cuma bayangan jarum jam." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rian. "Gue takut." "Jangan takut, Ri," kata Maya. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam. "Gue kok ngerasa ada yang ngeliatin kita ya," kata Rara, sambil menunjuk ke arah lukisan di dinding. "Ah, masa sih?" jawab Dimas. "Itu cuma lukisan." "Tapi, gue ngerasa ada yang ngeliatin kita," kata Rara. "Gue takut." "Jangan takut, Ra," kata Dimas. "Gue di sini." Kami terus bermain kartu, meskipun suasana di dalam bungalow terasa semakin mencekam.