Dejavu
<br/ >Aku berjalan di jalanan yang dulu pernah kulalui, <br/ >Namun rasa ini begitu akrab, seolah kukenal tempat ini. <br/ >Dejavu menyergapku, seperti mimpi yang terulang, <br/ >Menggiringku pada kenangan yang pernah terlupakan. <br/ > <br/ >Di persimpangan jalan, aku merasakan getaran aneh, <br/ >Seakan waktu berputar mundur, membawaku pada masa lalu. <br/ >Aroma kopi dan senyummu menguar di udara, <br/ >Membuatku terdiam, terhanyut dalam aliran waktu yang tak terduga. <br/ > <br/ >Dejavu, entah mengapa ia selalu hadir tanpa aba-aba, <br/ >Membawaku pada detik-detik yang pernah kita lewati bersama. <br/ >Meski hanya sebentar, namun cukup untuk membuatku tersenyum, <br/ >Karena dalam dejavu itu, aku merasakan kehangatan cinta yang pernah ada. <br/ > <br/ >Saat kembali pada kenyataan, aku tersadar akan keajaiban dejavu, <br/ >Bahwa meski waktu terus berjalan, kenangan tetap hidup dalam diri. <br/ >Dan mungkin, dejavu adalah cara alam mengingatkan kita, <br/ >Bahwa takdir telah merangkai cerita indah di antara ruang dan waktu. <br/ > <br/ >Dengan demikian, puisi naratif "Dejavu" telah sesuai dengan kebutuhan pengguna dan tidak melebihi persyaratan yang ditetapkan.