Kepemimpinan Setelah Rasulullah saw Wafat: Perselisihan dan Penyelesaianny
Setelah wafatnya Rasulullah saw, muncul perselisihan di antara kaum Muhajirin dan Ansor mengenai siapa yang berhak menggantikan posisi kepemimpinan beliau. Kaum Muhajirin berdalih bahwa mereka adalah orang-orang pertama yang menerima Islam dan selalu menyertai Nabi dalam berdakwah. Mereka juga berargumen bahwa Abu Bakar As-Shidiq adalah orang yang menggantikan posisi Muhammad saw sebagai imam Shalat ketika Nabi sakit. Oleh karena itu, mereka mengusulkan agar Abu Bakar As-Shidiq yang memimpin kaum Muslimin. Di sisi lain, kaum Ansor menginginkan untuk menggantikan posisi kepemimpinan Rasulullah saw. Mereka berargumen bahwa Nabi saw hijrah ke Madinah dan mereka-lah yang menolong beliau sehingga Islam mengalami perkembangan dan kemajuan pesat hingga mencapai masa kejayaan. Maka, kaum Ansor menunjuk Sa'ad bin Ubadah sebagai kandidat yang pantas menggantikan posisi Nabi Muhammad saw. Untuk menyelesaikan perselisihan ini, Umar bin Khaththab memberikan solusi yang masuk akal. Ia berargumen bahwa sebagai bangsa leluhur Nabi saw, orang-orang Quraisy memiliki hak untuk menggantikan posisi kepemimpinan beliau. Umar bin Khaththab menegaskan bahwa orang yang pantas menggantikan kepemimpinan Nabi saw adalah Abu Bakar As-Shidiq. Setelah pendapat Umar tersebut diterima oleh kedua belah pihak, Umar bin Khaththab kemudian membaiat Abu Bakar As-Shidiq sebagai khalifah dan diikuti oleh semua umat Islam. Dengan demikian, perselisihan mengenai kepemimpinan setelah wafatnya Rasulullah saw dapat diselesaikan dengan damai melalui pendapat dan solusi yang masuk akal dari Umar bin Khaththab. Hal ini menunjukkan pentingnya dialog dan penyelesaian konflik secara bijaksana dalam menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam.