Kenaikan Tarif PPN dari 11% menjadi 12%: Kebijakan Penyeimbang yang Dianjurkan oleh APINDO
Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan amanat Pasal 7 (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini ditekankan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta. Merespons hal tersebut, Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ajib Hamdani menyarankan dua kebijakan penyeimbang kenaikan tarif PPN menjadi 12%, yaitu dengan memperluas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan memberikan PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor tertentu. Dari sudut pandang yang lebih rasional, pemberlakuan kenaikan tarif PPN ini cenderung lebih karena aspek fiskal, yaitu fungsi untuk meningkatkan penerimaan negara. Penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tahun 2023 sebesar Rp 764,3 triliun. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% dan inflasi 2,5% pada tahun 2024 dan 2025, maka kenaikan tarif PPN sebesar 1% akan memberikan kontribusi tambahan penerimaan tidak kurang dari Rp 80 triliun pada tahun 2025. Namun, APINDO menyarankan dua kebijakan penyeimbang untuk mengurangi dampak negatif kenaikan tarif PPN pada sektor tertentu. Pertama, memperluas batas PTKP akan membantu mengurangi beban pajak pada sektor-sektor kecil dan menengah. Kedua, memberikan DTP pada sektor tertentu akan membantu mengurangi beban pajak pada sektor-sektor tertentu yang mungkin terpengaruh negatif oleh kenaikan tarif PPN. Secara regulasi, pemerintah akan menjalankan kebijakan kenaikan tarif PPN tersebut. Namun, secara empiris, pemerintah dapat menunda pelaksanaan aturan tersebut. Seperti halnya pemerintah juga menunda pemungutan pajak karbon, yang seharusnya efektif dimulai 1 April 2022. Secara regulasi, pelaksanaan peraturan atau pelaksanaan peraturan, tergantung pada keinginan dan orientasi pemerintah. Secara keseluruhan, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% akan memberikan kontribusi tambahan penerimaan negara, tetapi juga akan memberikan dampak negatif pada sektor-sektor tertentu. Oleh karena itu, APINDO menyarankan dua kebijakan penyeimbang untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Pemerintah juga dapat menunda pelaksanaan aturan tersebut, tergantung pada keinginan dan orientasi mereka.