Ketika Cinta Tak Direstui
Sejak pertama kali melihatnya, aku tahu bahwa dia adalah cinta sejatiku. Senyumnya yang hangat dan mata yang penuh kasih membuat hatiku luluh setiap kali kami bertemu. Namun, cinta kami bertepuk sebelah tangan karena restu tak pernah menyertainya. Kami bertemu di sebuah kafe kecil di sudut jalan. Dia duduk di meja pojok dengan buku-buku tebal sebagai teman setianya. Aku terpesona oleh kecerdasannya dan percakapan kami pun berlangsung begitu alami. Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan sesaat. Ketika aku memperkenalkannya pada orangtuaku, mereka menolaknya dengan tegas. Mereka mengatakan bahwa dia bukanlah pilihan yang tepat bagiku, bahwa kami berasal dari dunia yang berbeda. Aku mencoba meyakinkan mereka, namun semua usahaku sia-sia. Setiap hari, aku merindukan senyumnya, namun tak bisa bertemu dengannya. Aku mencoba mencari penghiburan dalam puisi-puisi yang kutulis untuknya, namun kesedihan tetap menghantuiku. Aku tak pernah menyangka bahwa cinta sejati bisa terasa begitu pahit. Meski cinta kami tak direstui, aku tetap percaya bahwa suatu hari nanti, kita akan bersatu. Aku yakin bahwa cinta sejati akan menemukan jalan, meskipun harus melalui rintangan yang berliku. Karena cinta sejati tak mengenal batas, dan aku siap menantinya, meski harus menanggung kesedihan ini. Itulah kisah tentang cintaku yang bertepuk sebelah tangan. Meski pahit, namun cinta ini tetap membawa harapan yang abadi.